Bengkulu (Antara Bengkulu) - Masa jaring aspirasi atau reses anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari daerah pemilihan Kabupaten Mukomuko dimanfaatkan warga setempat untuk menyampaikan berbagai aspirasi.
Anggota DPRD Provinsi Bengkulu asal pemilihan Kabupaten Mukomuko, Inzani Muhammad mengatakan keluhan tentang bibit palsu dan kurangnya sumbangan keberadaan perkebunan kelapa sawit di daerah itu mendominasi aspirasi warga.
Kehadiran sejumlah perusahaan perkebunan besar di wilayah Kabupaten Mukomuko ternyata tidak serta merta membuat masyarakat dengan mudah mendapat bibit berkualitas.
Seperti para petani di delapan desa di Kecamatan Teras Terunjam, Kabupaten Mukomuko, mengaku kesulitan memperoleh bibit sawit dan karet unggul.
"Bisa dikatakan kebun masyarakat di kecamatan ini adalah 'hutan sawit' karena sebagian besar bibit yang ditanam asalan," kata Camat Teras Terunjam Edi Kasman di Mukomuko saat menerima Anggota DPRD Provinsi Bengkulu dari daerah pemilihan Mukomuko, Inzani Muhammad yang menggelar reses ke daerah itu.
Petani setempat, kata dia, bukannya tidak mampu membeli bibit, tetapi bibit berkualitas sulit didapat di wilayah itu.
Perusahaan perkebunan kelapa sawit PT Agromuko yang terdapat di kecamatan itu memang menyediakan bibit, namun jumlahnya terbatas.
"Petani juga merasa prosesnya sulit dan berbelit-belit sehingga mereka tidak sabar, dan akhirnya menanam bibit asalan," katanya.
Petani di Kecamatan Pondoksuguh lain lagi, mereka mempertanyakan kebun plasma dua perkebunan swasta besar yang terdapat di daerah itu yakni milik PT Daria Dharma Pratama dan PT Agromuko.
Kepala Desa Karya Pelita Kecamatan Pondoksuguh, Edi Zainal mengatakan dua perusahaan yang tidak menyediakan kebun plasma untuk masyarakat itu.
Dari tiga perusahaan perkebunan yang beroperasi di sekitar kecamatan Pondoksuguh, hanya PT Agricinal yang menyediakan kebun plasma seluas 1.000 hektare, namun tumpang tindih pengusahaan lahan di wilayah itu.
"Cadangan lahan untuk kebun plasma itu seluas 60 hektare berada di atas hak pengusahaan hutan milik PT Bintara Arga Timber (BAT)," kata Edi.
Ia mengharapkan pemerintah memfasilitasi penuntasan kepemilikan lahan tersebut sebab kondisinya saat ini tidak diusahakan oleh perusahaan kayu PT BAT.
Seharusnya kata dia, perusahaan tersebut dapat menyerahkan lahan seluas 60 hektare itu untuk dimanfaatkan masyarakat.
"Karena keberadaan PT BAT selama ini sama sekali tidak membawa faedah kepada masyarakat. Kami ditangkap kalau menebang kayu untuk kebutuhan rumah, sedangkan perusahaan itu bebas," katanya.
Kebun plasma seluas 1.000 hektare yang didanai PT Agricinal dimiliki 500 kepala keluarga masyarakat yang berbatasan dengan perusahaan itu, dengan rincian dua hektare tiap kepala keluarga.
Menurutnya, pemerintah perlu mengevaluasi dua perusahaan perkebunan swasta yang ada di wilayah itu yakni PT Dria Dharma Pratama (DDP) dan PT Agromuko sebab masyarakat merasa tidak menikmati keuntungan dari kehadiran perusahaan tersebut.
Bahkan PT DDP kata dia sudah melakukan penanaman ulang (replanting) tanpa sosialisasi kepada masyarakat di sekitar lokasi perusahaan itu, termasuk Desa Karya Pelita.
Tokoh masyarakat Desa Tunggang Abdul Khatib mengatakan masyarakat terdesak merambah kawasan hutan sebab lahan sudah habis dibagi ke perusahaan besar.
"Contohnya saat pembentukan Desa Air Hitam pada tahun 1990-an dialokasikan seluas 1.000 hektare, dalam 20 tahun ini tentu penduduk bertambah sehingga kebutuhan lahan juga bertambah," katanya.
Perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah itu kata dia agar ditinjau kembali, sebab pada awal pembukaan perkebunan dalam HGU selama 25 tahun terdapat klausul bahwa jika masyarakat setempat membutuhkan lahan, areal perkebunan dapat dikurangi.
Menanggapi hal ini Inzani Muhammad mengatakan perusahaan perkebunan diwajibkan menyediakan kebun plasma sesuai Undang-undang nomor Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan dan Permentan Nomor 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan.
"DPRD juga sudah membentuk Perda tentang izin usaha perkebunan, salah satunya kewajiban perusahaan perkebunan untuk membangun kebun plasma," katanya.
Namun, menurutnya aturan perundang-undangan tersebut tidak berlaku surut, sebab perusahaan PT DDP dan PT Agromuko sudah beroperasi puluhan tahun silam.
"Tapi realisasi tanggung jawab sosial perusahaan atau 'CSR' juga diwajibkan bagi seluruh perusahaan perkebunan yang ada di daerah ini," katanya.
Tentang permasalahan kebun plasma antara PT Agricinal dan PT BAT, Inzani mengatakan akan berupaya memfasilitasi penyelesaian permasalahan tersebut. (Adv)