Jakarta (ANTARA) - "Hutan kita dan segala isinya merupakan aset yang tak ternilai harganya. Bukan saja bagi kita di Indonesia, namun juga bagi seluruh umat manusia. Hutan yang berkualitas mendukung kehidupan seluruh mahluk hidup, termasuk manusia, satwa dan tumbuhan,".
Pernyataan itu disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya pada 2017, saat merayakan Hari Orang Utan Sedunia yang diperingati setiap 19 Agustus.
Orang utan, adalah salah satu spesies satwa primata endemik Indonesia yang dinilai memilik kecerdasan lebih ketimbang lainnya. Satwa ini merupakan satu-satunya primata jenis kera besar di Asia
Di luar Indonesia, maka dikenal juga simpanse, yang bahkan diklaim sebagai makhluk paling cerdas di dunia setelah manusia.
Simpanse, dalam bahasa Inggris sering disingkat "chimp", adalah nama umum untuk dua spesies yang masih hidup dari kera dalam genus Pan. Sungai Kongo membentuk batas habitat alamiah dari kedua spesies ini, yakni simpanse biasa (Pan troglodytes) di Afrika Barat dan Afrika Tengah) dan Bonobo (Pan paniscus) di hutan Republik Demokrasi Kongo.
Selama ini, publik di Indonesia lebih banyak mengetahui bahwa orang utan ada dua spesies saja, yakni orang utan yang ada di Pulau Kalimantan dan Pulau Sumatera.
Dalam bahasa ilmiah, para ilmuwan sepakat menggolongkan orang utan yang hidup Kalimantan dengan sebutan "Pongo pygmaeus" sedangkan di Pulau Sumatra sebagai "Pongo abelii".
Pada laman https://indonesia.go.id disebutkan bahwa spesies orang utan Kalimantan terdiri atas tiga subspesies, yaitu "Pongo pygmaeus pygmaeus", yang ditemukan berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak (Malaysia), "Pongo pygmaeus wurmbii" ditemukan dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito, dan "Pongo pygmaeus morio", tersebar mulai dari Sabah sampai ke selatan mencapai Sungai Mahakam di Kalimantan Timur.
Sebaran orang utan di Kalimantan ditemukan di hampir seluruh hutan dataran rendah, kecuali Kalimantan Selatan, Brunei Darussalam, dan sedikitnya ditemukan di Sabah dan Serawak, Malaysia.
Kemudian di Sumatera, sebaran orang utan hanya menempati bagian sisi utara pulau tersebut, yakni dari Timang Gajah, Aceh Tengah, hingga daerah Sitinjak di Tapanuli Selatan.
Spesies Pongo tapanuliensis
Dalam perkembangannya, ternyata Indonesia memiliki lagi satu spesies lain dari orang utan, yang dikenal sebagai orang utan tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Memang masih berada di Pulau Sumatera, namun spesis orang utan Tapanuli ini perbedaan.
Dari morfologi dan perilaku orang utan Tapanuli memiliki tengkorak dan tulang rahang yang lebih halus ketimbang orang hutan Sumatera dan Kalimantan.
Selain itu, memiliki bulu lebih tebal dan keriting, di mana orang utan Tapanuli jantan memiliki kumis dan jenggot yang menonjol dengan bantalan pipi berbentuk datar, yang dipenuhi rambut halus berwarna pirang.
Dari persebaran habitat, spesies orang utan baru ini hanya dapat ditemukan di ekosistem Batang Toru, di tiga kabupaten, yakni Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan.
Dalam laman indonesia.go.id disebutkan bahwa penemuan spesies ketiga orang utan ini diawali dari penelitian populasi orang utan sumatra, sebagai hasil kerja sama antara KLHK, LIPI, IPB, Universitas Nasional, serta Yayasan Ekosistem Lestari-Program Konservasi Orang Utan Sumatra (YEL-SOCP), yang telah berlangsung sejak 1997.
Sebelumnya orangu tan di hutan Tapanuli dianggap sebagai populasi orang utan paling selatan dari orang utan sumatra, yaitu termasuk spesies Pongo abelii.
Merujuk sumber sumatranorangutan.org, perbedaan genetika adalah alasan pertama untuk menjadikan orang utan Tapanuli sebagai spesies tersendiri yang berbeda dengan spesies Pongo abelii.
Secara historis, konon pemisahan genetika dari orang utan Sumatra terjadi sekitar 3,38 juta tahun silam, sedangkan pemisahan dari orangutan Kalimantan terjadi sekitar 670.000 tahun yang lalu.
Penelitian dimaksud juga mengindikasikan, orang utan Tapanuli justru merupakan moyang dari kera besar tersebut.
"Flagship species"
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK Wiratno saat melepasliarkan lima individu orang utan pada peringatan Hari Oran Utan Sedunia pada 19 Agustus 2021 di dalam kawasan Balai Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TANAKAYA) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat dan Yayasan IAR Indonesia (YIARI) menyampaikan pesan pentingnya optimisme dalam setiap upaya yang kita lakukan untuk pelestarian satwa liar.
"Orang utan merupakan salah satu 'flagship species' yang terus menjadi prioritas Kementerian LHK melalui berbagai upaya konservasi agar keberadaannya di alam tetap terjaga dan berkembangbiak dengan baik," katanya.
Ia menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang mendukung kegiatan pelepasliaran itu.
Perlu menjadi kesadaran bersama upaya konservasi tidak bisa dikerjakan sendiri-sendiri, dan perlu bergandengan dengan pihak terkait, seperi pemerintah daerah, kementerian/ lembaga lain, perguruan tinggi, masyarakat setempat, pelaku bisnis, lembaga-lembaga masyarakat dan media.
Orang utan merupakan salah satu spesies endemik Indonesia yang merupakan bagian penting dari kekayaan hayati Indonesia. Saat ini, diketahui ada tiga spesies orangutan yaitu orang utan Sumatra (Pongo abelii), orang utan Kalimantan (Pongo pygmaeus), dan orang utan Tapanuli (Pongo tapanuliensis).
Ketiganya digolongkan dalam kategori "Critically Endangered" atau spesies yang kritis oleh IUCN Red List tahun 2017 dan kategori "Dilindungi" Peraturan Menteri LHK no.106/Menlhk/2018 tentang Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.
Karenanya, peringatan Hari Orang Utan Sedunia menjadi ajang guna mengajak masyarakat untuk lebih peduli juga melindungi habitat dan keberadaan orang utan agar terhindar dari kepunahan.
Menemukenali spesies orang utan di Indonesia
Selasa, 24 Agustus 2021 10:26 WIB 4674