Mukomuko (Antara Bengkulu) - Ketua DPRD Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, Arnadi Pelam menyakini sekitar 70 persen masyarakat setempat merupakan pemilih cerdas pada Pemilu 2014 mendatang.
"Kami yakin jumlah masyarakat yang menjadi pemilih cerdas pada Pemilu 2014 lebih banyak dibandingkan Pemilu sebelumnya, mencapai 70 persen nanti," kata Arnadi, di Mukomuko, Minggu.
Ia yakin, jumlah pemilih cerdas lebih banyak pada Pemilu 2014 di daerah itu didasari dari penilaian masyarakat selama lima tahun terhadap wakil yang mereka pilih pada Pemilu sebelumnya.
Penilaian masyarakat itu, kata dia, dari pergaulan anggota DPRD dengan masyarakat selama lima tahun ini, termasuk juga tanggung jawab wakilnya yang pernah memberikan janjinya.
Ia yakin, jika masyarakat itu lebih banyak yang menjadi pemilih cerdas dan rasional memberikan suaranya pada Pemilu 2014, maka wakil rakyat yang akan duduk juga memiliki kemampuan dan lebih bertanggungjawab terhadap semua tugas dan fungsinya di lembaga.
Untuk mendapatkan pemimpin seperti itu, ia berpendapat, rakyat harus memilih secara rasional, bukan karena ada faktor kedekatan atau yang memberi uang.
Menurut dia, pemilih rasional itu lebih cenderung menilai sosok pempimpin pilihannya itu murni melihat pengalaman orang tersebut, misalnya calon legislatif orang itu memang aktif di partai politik.
Selain, kata dia, orang itu sudah dikenal lama berpengalaman dalam memimpin sebuah organisasi kemasyarakatan selama ini, bukan sebaliknya orang yang tidak pengalaman.
Ketiadaan pengalaman tersebut, menurut dia, justru membuat fungsi kelembagaan di DPRD menjadi lemah dan tidak berjalan karena ketidakmampuan wakil rakyat mengimbangi sumber daya manusia (SDM) pejabat eksekutif yang telah lama berpengalaman di bidang pemerintahan.
Ia khawatir, jika wakil rakyat seperti itu yang benar-benar dipilih oleh rakyatnya justru ke depan lembaga tempatnya mengabdi tidak akan mampu berjalan sejalan dengan eksekutif.
Apalagi, kata dia, ada wacana saat ini sedang dirancang perubahan tentang pemilihan kepala daerah, di mana pemilihan bupati untuk periode berikutnya tidak lagi langsung rakyat tetapi DPRD.
Menurut dia, jika rakyat memilih pemimpinnya tidak berdasarkan rasional maka tidak hanya wakil rakyat saja yang tidak mampu menjalankan amanah tetapi kepala daerah yang dipilih pun akan seperti itu.
"Kemungkinan saja wakil pilihan seperti itu akan lebih mementingkan siapa calon bupati yang lebih banyak memberikan uang ketimbang memilih berdasarkan rasional," ujarnya lagi.
Ia memastikan, pada Pemilu 2014 di daerah itu banyak suara rakyat di daerah itu yang terbuang percuma karena ada salah satu calon legislatif di sebuah desa yang memiliki banyak keluarga tetapi tidak memiliki pengalaman.
"Saya prediksi sulit orang ini terpilih karena suaranya hanya di satu desa itu saja, tetapi keikutsertaannya justru membuat suara di desa itu terbuang percuma, yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk calon lain yang memiliki pengalaman," ujarnya lagi.
Ia menjelaskan, masih banyak lagi contoh seperti itu. Ini semua kelemahan partai politik yang tidak melakukan pengkaderan terhadap kadernya tetapi memasang caleg yang tidak tahu soal politik dan kepentingan rakyat.(adv)