Berdasarkan hasil analisis 'Remote Senssing' pada tahun ini setidaknya terdapat 127 lubang tambang dan terdapat 7 perusahaan yang telah habis masa izinnya sejak 2015.
"Dari hasil analisis kami ditemukan perusahaan yang telah habis masa izinnya sejak 2015 dan tidak melaksanakan kewajiban reklamasi," kata Direktur Genesis Bengkulu, Egi di Bengkulu, Sabtu.
Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya lobang-lobang galian masih terbuka dan areal yang telah ditambang belum dilakukan reklamasi oleh PT Bara Sirat Unggul Permai, PT Bara Mega Quantum, PT. Cipta Buana Serayu, PT Danau Mas Hitam, PT Ferto Rejang, PT Bumi Arma Sentosa dan PT Rekasindo Guring Tandang.
Bahkan dua dari tujuh perusahaan di atas yaitu PT Bara Mega Quantum dan PT Danau Mas Hitam melakukan aktivitas pertambangan di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Rindu Hati dan Hutan Produksi tetap (HP) Rindu Hati 1 dan 2 yang belum melakukan kewajibannya untuk mereklamasi pada lokasi izinnya.
Oleh karena itu, pihaknya mengirim surat kepada Dinas ESDM Bengkulu yang ditujukan kepada Inspektur tambang untuk menindak tujuh perusahaan yang diduga lalai dalam menjalankan kewajiban mereklamasi area lokasi usahanya.
Kata dia, pihaknya mencoba untuk menganalisis secara hukum bagaimana kewajiban reklamasi dan pasca tambang yang telah diatur sejak adanya ketentuan mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara
Seperti Undang-undang (UU) hingga Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri (Permen).
Dalam revisi UU tentang Minerba, pada 2020 lalu pemerintah menyebutkan dalam UU tersebut ketentuan mengenai Reklamasi dan pasca tambang akan terwujud 100 persen karena sebelum adanya UU baru aturan mengenai reklamasi dan pasca tambang hanya dianggap sebagai bualan belaka bagi para pelaku usaha.
Namun, faktanya hingga Desember 2021 sejak diundangkan UU Minerba yang baru masih juga ditemukan lubang-lubang tambang yang menganga di sejumlah daerah di Provinsi Bengkulu.
Padahal dalam ketentuan Pasal 21 PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang kewajiban reklamasi dan pasca tambang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.
Padahal dalam ketentuan Pasal 21 PP Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang kewajiban reklamasi dan pasca tambang dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tidak ada kegiatan usaha pertambangan pada lahan terganggu.
"Di pasal sebelumnya juga mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk melaksanakan kegiatan reklamasi dan pasca tambang sampai memenuhi kriteria keberhasilan," ujarnya.
Egi menjelaskan pada Juli lalu, DPRD Provinsi Bengkulu melakukan Ispeksi Mendadak (Sidak) ke sejumlah tambang di Kabupaten Bengkulu Tengah dan ketua Pansus Raperda RPPLH mengatakan bahwa ada indikasi kesengajaan tidak dilakukannya reklamasi oleh Perusahaan sebab tidak ditemukan agenda kerja Reklamasi dalam kalender kerja Perusahaan.
"Kita semua berharap ada tindakan yang tegas atas penantian panjang pelaksanaan kegiatan reklamasi dan pasca tambang oleh Perusahaan yang belum melakukan reklamasi dan pasca tambang di wilayah Bumi Rafflesia," katanya.