"Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi ganti rugi tanaman dan tumbuhan lahan area Tol Bengkulu tahap pertama telah memeriksa 40 saksi," kata Kepala Seksi Penyidikan Pidana Khusus Kejati Bengkulu Danang Prasetyo di Kota Bengkulu, Senin.
Ia menyebutkan bahwa saksi yang diperiksa tersebut memiliki latar belakang berbeda, seperti kepala desa, masyarakat pemilik lahan, dan lain sebagainya.
Dalam kasus tersebut, diduga ada kelebihan bayar atau penggelembungan dengan modus penambahan biaya pada komponen Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTP) dan biaya notaris yang seharusnya tidak termasuk dalam komponen pembebasan lahan.
Baca juga: Pembangunan tol Bengkulu - Kepahiang capai Rp18,7 triliun
Baca juga: Peresmian tol Bengkulu oleh Presiden tunggu pengerjaan rampung
Baca juga: Pembangunan tol Bengkulu - Kepahiang capai Rp18,7 triliun
Baca juga: Peresmian tol Bengkulu oleh Presiden tunggu pengerjaan rampung
Lokasi dugaan indikasi kasus korupsi ganti rugi tanaman dan tumbuhan tersebut berada di beberapa titik sepanjang lahan di area pembangunan tol tahap pertama Bengkulu - Taba Penanjung.
Diketahui, tim penilai harga tanah atau pembebasan lahan berasal dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Tengah, dan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) independen dari Jakarta.
Untuk tugas tim penilai berbeda seperti tim A melakukan perhitungan terkait luas lahan dan bangunan dan tim B bertugas untuk menghitung tanaman dan tumbuhan, serta KJPP bertugas sebagai penilai pada nonfisik yang menghitung semuanya.
Sebelumnya, dana pembebasan lahan atau ganti rugi tanaman dan tumbuhan di wilayah pembangunan tol tahap pertama Bengkulu - Taba Penanjung 2019-2020 berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Kementerian PUPR.
Anggaran yang dikeluarkan untuk biaya pembebasan lahan tersebut mencapai Rp200 miliar.
"Untuk kerugian negara yang ditimbulkan akibat pembebasan lahan tersebut hingga saat ini masih dihitung, namun mencapai miliaran rupiah," ujar Danang.