Istrinya, Hana, membenarkan kalau delapan anggota keluarganya itu menyantap mi koclok habis tak bersisa. Ia bahkan membungkus lebih banyak mi untuk dibawa pulang ke rumah orang tuanya.
Pengunjung yang berasal dari Jakarta, Ifa, malah mengaku kaget. Di pikirannya, Mi Koclok Panjunan tidak memiliki tekstur kuah yang kental.
“Kalau lihat di Google, itu kan kayak cuma kuah putih biasa ya. Tahunya pas sampai ke sini gurih banget dan itu kental. Kental banget (kuahnya),” ujar Ifa.
Berbeda dengan pengunjung lainnya, Saras, yang mengatakan kuah kental dari Mi Koclok Panjunan mengingatkannya pada makanan khas negeri Cina yakni nasi hotpot, yang juga memiliki kuah kental di atasnya.
“Akan tetapi, yang ini rasanya lebih gurih, kayaknya karena rebusannya ya, dan ia enggak mencair kuahnya, tetap kental,” kata Saras.
Kuliner sambil belajar
Saras yang merupakan fresh graduate tersebut, mencurahkan isi hatinya bahwa singgah ke Kota Cirebon merupakan keputusan yang tepat. Jika ia tidak berkunjung ke Mi Koclok Panjungan, ia tidak akan bisa merasakan sensasi dari tenangnya suasana desa yang sempat menjadi lokasi strategis bangsa Arab untuk berdagang sembari menyiarkan agama Islam itu.
Memang pemilik Mi Koclok Panjunan, selain piawai membuat kuliner terenak di Kota Cirebon, juga cerdas menentukan titik kedai berdiri.
Tepat di gang sebelah kiri kedai, pembeli bisa mendengar lantunan azan bersuara merdu dari Masjid Merah Panjunan. Masjid ini dibangun oleh Syarif Abdurakhman atau Pengeran Panjunan pada tahun 1480, yang terletak persis di samping kiri gang di mana kedai itu berdiri.
Masjid itu bisa dikunjungi umum untuk melaksanakan shalat lima waktu sekaligus menjadi destinasi wisata singkat pemudik karena terkenal sebagai masjid tertua kedua setelah Tajug Peilagrahan di Cirebon.
Akan tetapi, perlu diingat, pemudik hanya bisa shalat di aula utama karena ruangan yang ada di depan tempat imam, dibuka hanya ketika hari raya Idul Adha dan Idul Fitri, sebagaimana yang diamanatkan oleh para Wali Songo. Meski demikian, pemudik tetap bisa merasakan suasana sederhana nan hangat di masjid.
Di sana pemudik bisa beribadah sambil mendalami sejarah dengan memutari bangunan Masjid Merah yang mempunyai nuansa Jawa namun ada ornamen Hindu-Buddha yang melekat di tiap sisinya.
Mata tiap pemudik juga bisa dihibur dengan semua sisi dinding masjid yang tersusun dari batu bata berwarna merah dan dilapisi tanah itu. Pasalnya, dinding ditempeli oleh piring keramik yang merupakan bukti cinta Putri Ong Tien yang diperistri oleh Sunan Gunung Jati.
Dari Mi Koclok Panjunan pula pelancong bisa belajar bahwa tips terbaik dari berkelana ke daerah lain adalah menyisiri tiap jalannya, amati sekitar, dan mencoba hal baru.
Dengan begitu, pengunjung pun menemukan pengalaman tak terduga yang membekas di hati.