Makna dari kebijakan luar negeri yang independen tersebut, tentu mengacu kepada kebijakan Erdogan yang dinilai tidak selalu patuh kepada kepentingan sejumlah negara Barat, terutama dari Amerika Serikat dan Uni Eropa, yang sangat menentang invasi Rusia ke Ukraina.
Tidak hanya Putin, rivalnya Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, melalui cuitan Twitter, menyatakan pihaknya "mengandalkan penguatan kemitraan strategis untuk manfaat negara mereka, sebagaimana memperkuat kerja sama untuk keamanan dan stabilitas di Eropa".
Dengan menekankan kepada "kerja sama untuk keamanan dan stabilitas di Eropa", tidak sukar untuk dibaca bahwa Zelenskyy juga menginginkan Erdogan agar dapat memperkuat posisinya untuk menentang invasi Rusia yang telah berjalan lebih dari setahun.
Tidak lupa berbagai pihak pendukung Ukraina juga mengucapkan selamat atas kemenangan Erdogan, misalnya, Presiden Dewan Uni Eropa Charles Michel melalui Twitter menyatakan bahwa pihaknya ingin memperdalam hubungan Uni Eropa-Turki. Pesan serupa juga ditulis oleh kepala Komisi Eropa Ursula von der Leyen dalam Twitternya terkait dengan kemenangan Erdogan.
Sementara itu, Presiden Amerika Serikat Joe Biden juga menyampaikan selamat serta berharap agar kerja sama kedua negara seperti dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dapat diperkuat.
Selama ini pemberian status keanggotaan NATO bagi Swedia masih terhambat oleh persetujuan pemerintahan Turki di bawah arahan Presiden Erdogan.
Bukan rahasia umum pula bahwa terhambatnya perluasan NATO selama ini, menurut kantor berita Reuters, menjadi duri dalam hubungan bilateral antara Washington dan Ankara.
Peran penting
Sejumlah media lainnya juga menyoroti peran penting Turki dalam konflik Rusia dan Ukraina.