Semarang (Antara) - Mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh. Jumhur Hidayat menduga terpidana mati asal Filipina Mary Jane Fiesta Veloso adalah korban perdagangan manusia.
"Mary Jane, terduga korban perdagangan orang yang terjebak sindikat narkoba internasional," kata Jumhur Hidayat melalui pesan singkatnya kepada Antara di Semarang, Rabu.
Pernyataan deklarator nasional Aliansi Rakyat Merdeka (ARM) itu terkait dengan penundaan eksekusi terhadap terpidana mati Mary Jane.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T. Spontana di Jakarta, Rabu dini hari, menyatakan Mary Jane batal dieksekusi.
Dari pemberitaan yang bersumber dari Filipina, perekrut Mary Jane menyerahkan diri kepada pihak kepolisian Kota Cabanatuan, Filipina. Berdasarkan keterangannya bahwa sosok Mary Jane tidak bersalah.
Sementara itu, dari sumber Antara, pelaksanaan eksekusi terhadap delapan terpidana mati lainnya telah dilakukan secara serentak pada pukul 00.25 WIB.
Delapan terpidana mati itu, yakni Myuran Sukumaran dan Andrew Chan (Australia), Martin Anderson (Ghana), Raheem Agbaje (Nigeria), Zainal Abidin (Indonesia), Rodrigo Gularte (Brasil), serta Sylvester Obiekwe Nwolise dan Okwudili Oyatanze (Nigeria).
Atas penundaan eksekusi terhadap Mary Jane, Jumhur mengucapkan terima kasih kepada Presiden RI Joko Widodo.
Sebelum hari-H eksekusi, Jumhur melalui suratnya memohon kepada Presiden telah meminta untuk membebaskan Mary Jane dari hukuman mati.
"Sama halnya dengan para tenaga kerja Indonesia yang wajib kita bela, saya mengetuk pintu hati Bapak untuk bisa menggunakan kekuasaan Bapak membebaskan Mary Jane dari hukuman mati yang fatal ini," kata Jumhur dalam suratnya kepada Presiden RI.
Jumhur juga berusaha meyakinkan Presiden RI bahwa putusan terkait dengan Mary Jane sama sekali tidak akan mengurangi wibawa Jokowi.
"Bahkan, sebaliknya akan mendapat dukungan karena Bapak dinilai sebagai sosok yang tegas, arif, dan bijaksana," demikian isi surat Jumhur kepada Presiden Jokowi. ***2***