Rejanglebong (Antara) - Pengurus Konfederasi serikat pekerja seluruh Indonesia (K-SPSI) Kabupaten Rejanglebong, Provinsi Bengkulu, menyebutkan pemerintah daerah setempat kurang memperhatikan organisasi buruh tersebut.
"Kalau kami diperhatikan tentunya Konfederasi SPSI Rejanglebong bisa mengadakan acara peringatan hari buruh internasional yang jatuh setiap tanggal 1 Mei ataupun acara lainnya yang berkenaan dengan buruh. Untuk mengadakan acara peringatan hari buruh atau kegiatan sosialisasi perlindungan buruh kami tidak memiliki anggaran, untuk beli alat tulis kantor saja kami susah," kata Pengurus Cabang Konfederasi SPSI Rejanglebong, Edi Sarmiki di Rejanglebong, Kamis.
Minimnya perhatian dari Pemkab setempat kata dia, sudah dirasakan SPSI daerah itu sejak lima tahun belakangan, hal ini ditandai dengan tidak adanya bantuan dana untuk operasional kantor.
"Untuk operasional kantor ini menggunakan uang kami sendiri hasil sumbangan pengurus, kami juga tidak memungut sumbangan dari anggota SPSI sebesar 1,5 persen dari gaji mereka, karena kami tahu kondisi buruh di daerah ini yang masih mendapat pengupahan di bawah standar," kata Edi Sarmiki yang kesehariannya juga berprofesi sebagai advokat di Rejanglebong.
Jumlah anggota K-SPSI di daerah itu sendiri tambah dia, tercatat lebih dari 10.000 orang, namun sebagian besar adalah buruh tidak tetap dan buruh yang berprofesi bidang angkutan seperti sopir angkutan pedesaan, angkutan perkotaan, ojek, pekerja pertokoan, dan sebagian kecil bekerja di lokasi perkebunan agro teh dan pabrik pengolahan triplek.
Untuk buruh yang bekerja di sektor perkebunan dan pengolahan kayu lapis di daerah ini kata dia, semuanya bersifat tenaga kontrak, mereka hanya bekerja jika sedang memasuki musim petik teh dan hal yang sama juga dialami buruh pabrik triplek mereka cuma bekerja saat bahan baku ada selebihnya mereka bekerja menjadi penarik ojek atau lainnya.
Kondisi pekerja di Rejanglebong sendiri saat ini masih memperihatinkan selain sistem pengupahan masih di bawah standar UMP sebesar Rp1,5 juta. Para pekerja dipertokoan dari peninjauan mereka di lapangan masih ditemukan hanya menerima upah Rp300.000 sampai Rp450.000. Namun kalangan ini tidak protes dengan majikannya, dengan pertimbangan mereka lebih baik bekerja dengan upah murah ketimbang menganggur di rumah.
Jika saja Pemkab Rejanglebong cepat tanggap dengan keberadaan K-SPSI di daerah itu kata dia, maka sistem pengupahan serta penanganan perlindungan buruh seperti yang diatur dalam UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan diterapkan melalui sosialisasi ke pelaku usaha. Jika nantinya masih ada pengusaha yang tidak menerapkan maka dapat dikenai sanksi sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.***4***