Mukomuko (ANTARA) - Pemanfaatan kawasan hutan yang terlanjur ditanami tanaman kelapa sawit oleh masyarakat menjadi hutan sosial di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, masih menunggu verifikasi data penerima program tersebut dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI.
"Sampai sekarang masih menunggu verifikasi dari KLHK, karena mereka mengurusi semua desa, belum tahu kapan," kata Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Kabupaten Mukomuko Aprin Sihaloho di Mukomuko, Senin.
Pemanfaatan hutan sosial di Mukomuko tunggu verifikasi KLHK
Senin, 16 Oktober 2023 18:28 WIB 1803
KPH Kabupaten Mukomuko sebelumnya mengusulkan seluas 4.638 hektare kawasan hutan yang terlanjur ditanami kelapa sawit oleh masyarakat dua desa di daerah ini diusulkan menjadi perhutanan sosial.
Dua desa yang diusulkan mendapatkan program perhutanan sosial dari KLHK, yakni Desa Lubuk Selandak seluas 2.312 hektare dan Desa Retak Mudik seluas 2.326 hektare.
Sedangkan jumlah warga yang diusulkan mendapat program perhutanan sosial sebanyak 600 orang yang tersebar di Desa Lubuk Selandak sebanyak 200 orang dan Desa Retak Mudik 400 orang.
Ia mengatakan, tim dari KPH Mukomuko sebelumnya sudah mengukur dan memetakan kawasan hutan yang terlanjur ditanami kelapa sawit oleh masyarakat dua desa di daerah ini.
Kemudian masyarakat di dua desa di daerah ini, katanya, telah melengkapi berkas persyaratan untuk mendapatkan program perhutanan sosial.
Ia mengatakan, diusahakan dalam tahun ini masyarakat yang terlanjur menanam kelapa sawit dalam kawasan hutan mendapatkan legalitas memanfaatkan kawasan hutan di wilayahnya.
Sementara itu, kriteria dan persyaratan penerima program ini adalah tanaman kelapa sawit yang sudah berusia di atas lima tahun dan luas lahan yang diusahakan maksimal seluas lima hektare.
Ia mengatakan, warga yang mendapatkan program ini diberikan hak untuk mengelola lahan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan selama 35 tahun setelah itu tidak ada lagi peremajaan sawit.
"Tanaman kelapa sawit yang terlanjur ditanam di kawasan hutan yang mendapatkan program perhutanan sosial hanya boleh satu daur, setelah itu tidak ada lagi peremajaan atau replanting (peremajaan) sawit," demikian Aprin.