Jalan panjang TNI AU cetak penerbang baru
Selasa, 26 Desember 2023 6:40 WIB 1301
Tahapan-tahapan itu, di antaranya pembinaan dalam kelas dan latihan simulator yang digelar oleh Skadik 104, kemudian praktik terbang dasar menggunakan pesawat latih Grob G 120 TP-A di Skadik 101, berlanjut ke pendidikan tingkat lanjut, yang juga terbagi atas ground school, latihan simulator, dan praktik terbang tingkat lanjut menggunakan pesawat latih KT-1B Wong Bee di Skadik 102.
Di tahapan dasar, siswa penerbang wajib merampungkan latihan simulasi, setidaknya selama 50 jam terbang menggunakan simulator Grob G 120 TP-A di Skadik 104. Ada delapan simulator Grob yang tersedia di Skadik 104 dan alat-alat itu mulai digunakan oleh siswa sekbang yang lulus pada 2014.
Kapten Arif, yang merupakan lulusan Sekbang TNI AU Tahun 2013, menjadi angkatan terakhir yang menggunakan simulator dan pesawat latih TNI AU yang lama AS-202 Bravo.
Dia menilai pesawat latih Grob buatan Jerman itu ideal untuk pelatihan dasar, salah satunya karena konfigurasi kursi siswa dan instruktur yang bersebelahan (side-by-side). Sementara untuk simulatornya, delapan unit yang tersedia di Skadik 104 pun berbentuk sama seperti aslinya dengan perbandingan cockpit 1:1.
Berbagai opsi pengaturan juga tersedia dan dapat diterapkan saat latihan simulasi. Arif menjelaskan pada tahap awal/pengenalan simulasi terbang, tentu siswa diberikan pengaturan yang normal. Namun seiring waktu, instruktur akan menambah kesulitan-kesulitan, misalnya pengaturan hujan deras, crosswind, dan ada juga latihan terbang malam.
Tidak hanya digunakan oleh siswa, para instruktur, yang menyandang callsign Jupiter juga rutin berlatih menggunakan simulator Grob di Skadik 104, terutama untuk simulasi situasi darurat.
Situasi darurat itu, di antaranya skenario mesin pesawat mati atau pun bagian roda pesawat (landing gear) yang tidak turun menjelang pendaratan.
“Kami terapkan prosedur-prosedur (kedaruratan) di FTD (simulator) sebelum di pesawat sebenarnya,” kata Arif.
Saat ditanya soal kondisi cuaca semacam apa yang berbahaya bagi penerbang, ia menyebut awan cb atau Cumulonimbus yang biasanya terbentuk menjelang hujan. Dia menjelaskan awan itu kerap mengandung muatan listrik yang dapat mengacaukan instrumen pesawat menjadi tidak terkendali (uncontrollable). "Bumpy (guncangannya, red.) juga besar, jadi susah juga (untuk mengendalikan pesawat,” kata dia.
Oleh karena itu, latihan berkala di simulator dan terbang menjadi bentuk antisipasi para penerbang menghadapi berbagai skenario kedaruratan. Berbagai prosedur yang disiapkan pun wajib hukumnya diikuti oleh para penerbang, manakala mereka lepas landas menuju ketinggian.
Dalam latihan terbang dasar, para siswa dituntut untuk mahir menerbangkan (take off) dan mendaratkan (landing) pesawat, setidaknya selama 8 kali bersama instruktur, kemudian terbang sendiri (solo), terbang aerobatik, yang tiap tahapannya diakhiri dengan pengujian langsung oleh instruktur kategori B.
Instruktur-instruktur di Sekbang TNI AU terbagi empat kategori, antara lain kategori A sebagai tingkatan tertinggi, yaitu Komandan Lanud dan Komandan Wing, kemudian kategori B yang berwenang menguji para siswa pada tahap akhir sesi latihan terbangnya, kemudian kategori C dan D, yaitu para instruktur yang secara intens melatih dan mendampingi para siswa.
Untuk naik tingkatan kategori, ada beberapa syaratnya, misalnya untuk instruktur kategori D mau naik kategori C, wajib mengajar sampai 150 jam terbang, kemudian untuk kategori C naik ke kategori B, wajib mengajar sampai 250 jam terbang.
Tahapan menjadi instruktur pun juga panjang dan tak mudah. Hanya penerbang TNI AU dengan kualifikasi khusus yang dapat mengikuti tes instruktur. Jika calon instruktur itu lulus, maka dia akan menjalani pendidikan dan rangkaian tes, termasuk di antaranya terbang malam.
Kapten Yoga, misalnya, dia mulai tergabung dalam satuan pada 2014, kemudian masuk pendidikan instruktur pada 2021. "Prosesnya sekitar 7 tahun," kata Yoga, instruktur kategori C yang saat ini dalam proses naik menuju kategori B.
Tingkat lanjut
Di tingkat lanjut, siswa penerbang berlatih menggunakan pesawat KT-1B Wong Bee, pesawat yang juga digunakan tim penerbang aerobatik TNI AU, Jupiter Aerobatic Team (JAT).
Berbeda dengan Grob, konfigurasi kursi pesawat di KT-1B berjenis tandem, yaitu depan dan belakang. Posisi semacam itu pula yang pada akhirnya menuntut siswa penerbang tingkat lanjut untuk lebih mawas diri, disiplin, mandiri, dan tentunya jujur selama sesi latihan.
“Filosofi IP (instruktur penerbang) kami, (siswa) yang latih lanjut dituntut kejujuran atas yang kami lakukan di depan, karena tidak segalanya dipantau IP," kata Letda (Pnb) Andika Aulia, salah satu siswa sekbang tingkat lanjut, saat ditemui pada sela-sela kegiatannya di Skadik 102.
Andika, yang ditemui bersama siswa sekbang lainnya Letda Pnb Adipraja Susilo, menjelaskan ada beberapa materi terbang yang wajib mereka kuasai, di antaranya persiapan darat, manuver dasar, terbang pattern, terbang aerobatik, penguasaan instrumen, terbang malam, terbang formasi, kemudian navigasi terbang rendah.
Untuk materi yang terakhir, Adi mencontohkan salah satu cuplikan film Top Gun terbaru yang dibintangi Tom Cruise, saat terbang rendah di antara dua tebing untuk menjatuhkan bom ke sasaran.
“Kami diajarkan seperti itu, disimulasikan mengebom suatu daerah, lalu diukur ketepatan waktunya. Harus tepat, namanya (penerbang) Angkatan Udara (harus tepat) second per second (detik per detik, red.), saya baru merasakan itu sekarang,” kata Adi.
Dia melanjutkan jika penerbang tidak dapat tepat waktu hingga ukuran detik, misalnya mereka terlambat 2–3 detik, maka fatal akibatnya untuk keberhasilan operasi.