Jakarta (ANTARA) - TNI Angkatan Udara mendirikan sekolah penerbang (sekbang) di Pangkalan Udara Adisutjipto, Yogyakarta, sejak 1945, tidak lama setelah Republik Indonesia merdeka.
Sejak awal pendiriannya sampai hari ini, Sekolah Penerbang TNI AU yang bermarkas di Lanud Adisutjipto, masih menjadi kawah candradimuka bagi para prajurit untuk mereka digembleng menjadi penerbang-penerbang tempur atau pun angkut yang profesional dan andal.
Demi mewujudkan itu, tidak ada jalan pintas bagi para calon penerbang TNI AU. Tahapan pendidikan panjang berikut rangkaian tes yang ketat menjadi satu-satunya jalan yang wajib dilewati para prajurit sebelum mereka diberi kepercayaan mengawaki alutsista TNI AU.
Jika dihitung sejak masa karbol (taruna) di Akademi Angkatan Udara ( AAU), para calon penerbang membutuhkan waktu kurang lebih 7,5 tahun untuk masuk ke dalam skadron operasional. Tahapannya, mereka menyelesaikan pendidikan selama 4 tahun di Akademi Angkatan Udara, 2 tahun di Sekolah Penerbang TNI AU, dan 1,5 tahun masa konversi/transisi.
Kapten (Pnb) Yoga “Grimlock” Kertiyasa, salah satu instruktur penerbang Skadron Pendidikan (Skadik) 101 di Wing Pendidikan 100/Terbang Lanud Adisutjipto, menilai cukup banyak tuntutan yang wajib dipenuhi para calon penerbang. Dalam masa pendidikan itu, yang terbagi atas pendidikan dasar dan pendidikan lanjut, para siswa dituntut harus selalu menunjukkan performa terbaiknya. Jika mereka gagal melewati satu tahapan mata uji, para siswa penerbang itu hanya dapat satu kali kesempatan mengulang.
Jika tambahan jam untuk simulasi dan terbang berikut satu kesempatan mengulang itu tidak juga dapat dilewati siswa, maka mereka yang gagal kena grounded, artinya tidak dapat melanjutkan ke tahapan berikutnya, kemudian namanya dihapus sebagai siswa penerbang.
“Kalau tidak sesuai standar, kami grounded. Jika ada yang grounded, itu mengurangi jumlah, misalnya dari 35 (siswa per angkatan) menjadi mungkin nanti 32. Biasanya yang grounded dua sampai tiga (siswa),” kata Kapten Yoga, yang juga menyandang callsign instruktur Jupiter 958.
Oleh karena itu, para siswa penerbang tidak hanya dituntut untuk cepat menangkap materi dan punya kemampuan yang prima, tetapi juga harus bermental baja karena mereka hanya punya waktu terbatas untuk menguasai banyak materi dan skill terbang.
“Mental, skill, dan penerimaan materi harus cepat catch up,” kata Yoga Kertiyasa, instruktur penerbang untuk pesawat latih Grob G 120 TP-A, KT-1B Wong Bee, dan Cessna 182 T itu.
Terlepas dari kesulitan dan ragam tuntutan yang wajib dipenuhi para calon penerbang, Yoga menyebut rata-rata tingkat kelulusan tiap angkatan siswa penerbang masih di atas 90 persen.
Kapten Pnb Arif H, salah satu instruktur di Skadron Pendidikan 104 Wingdik 100/Terbang Lanud Adisutjipto, juga menilai rata-rata kelulusan masih di atas 90 persen. Pencapaian itu, salah satunya karena para instruktur tidak hanya berlaku sebatas mentor, tetapi mereka memosisikan diri sebagai mentor yang bertanggung jawab.
“Alhamdulillah di TNI AU (tingkat kelulusan) 90 persen insya Allah lulus, karena lebih ke responsibility instructor. Karena kami punya andil, kami harus menjadikan siswa ini lulus, bagaimana pun caranya,” kata Arif, yang menyandang callsign Jupiter 996.
Jika menemukan siswa yang kesulitan, para instruktur langsung aktif mendampingi, memberikan tambahan materi, meskipun sampai malam hari, dan menambah jam latihan simulasi. Berbagai perlakuan khusus diberikan kepada siswa yang kesulitan itu. Bahkan, tak jarang, para instruktur pun menomorduakan kehidupan pribadi, termasuk keluarga, hanya demi memastikan para siswa yang kesulitan mampu menerima materi dengan baik dan berhasil melewati tahapan uji menerbangkan pesawat.
Oleh karena itu, per instruktur hanya dapat mendampingi maksimal dua siswa. Bagi Arif, jumlah itu pun terhitung banyak, karena masing-masing siswa membutuhkan perlakuan dan pendekatan yang berbeda.
“Dua itu banyak lho, misalnya, yang satu bagus, tetapi yang satu ada problem, agak susah dia menerima materi, kami treatment. Kalau perlu sampai malam menemani dia, sampai keluarga pun terkadang kami abaikan,” kata Kapten Pnb Arif.
Pendidikan dasar
Para siswa penerbang menempuh beberapa tahapan sebelum akhirnya dinyatakan lulus dan memasuki masa transisi untuk menjadi pengawak alutsista udara TNI AU.
Jalan panjang TNI AU cetak penerbang baru
Selasa, 26 Desember 2023 6:40 WIB 1299