Bengkulu (Antara) - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Bengkulu menyebutkan bahwa penerbitan konsesi pertambangan batu bara berpotensi meningkatkan konflik antara manusia dan harimau di daerah itu.
"Karena sebagian izin konsesi pertambangan itu beredar dalan kawasan hutan lindung dan hutan konservasi," kata Manajer Advokasi Walhi Bengkulu, Sony Taurus di Bengkulu, Selasa.
Ia mengatakan alih fungsi kawasan hutan menjadi areal pertambangan batubara mengakibatkan luas hutan yang menjadi habitat harimau Sumatera (Phantera tigris Sumatrae) terus berkurang dan mengalami kerusakan.
Walhi Bengkulu mencatat setidaknya terdapat 76 izin konsesi batu bara di Provinsi Bengkulu. Izin tersebut menguasai 276.358 hektare lahan atau sekitar 26 persen dari luas area peruntukan lain (APL) yang ada.
Kajian dan investigasi Walhi menyebutkan bahwa hampir 50 persen izin konsesi pertambangan tersebut masuk dalam kawasan hutan.
Sebanyak 42 izin yang terindikasi masuk dalam kawasan hutan dengan rincian 23 izin dalam kawasan hutan konservasi dan 19 izin dalam kawasan hutan lindung. Seluas 5.158,81 hektare kawasan konservasi dan 113.579,97 hektare kawasan hutan lindung beralih fungsi menjadi kawasan pertambangan.
Konsesi tambang di kawasan konservasi antara lain Taman Wisata Alam Pusat Latihan Gajah Seblat, Taman Buru Semidang Bukit Kabu, Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Sedangkan kawasan lindung yang dimasuki izin tambang batubara adalah Hutan Lindung Bukit Daun, Bukit Sanggul dan Bukit Rajamandare.
Keadaan tersebut kata Sony telah menekan harimau Sumatera untuk mencari teritorial baru hingga masuk ke permukiman masyarakat untuk mencari mangsa sehingga menimbulkan konflik manusia dengan harimau.
Data yang dihimpun Walhi dari berbagai sumber menunjukkan dalam kurun 2011 hingga 2015 terjadi 395 konflik manusia-harimau di sembilan provinsi di Pulau Sumatera. Dari jumlah tersebut, sebanyak 82 kasus terdapat di Provinsi Bengkulu dengan jumlah tertinggi di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dengan 106 kasus.
Khusus di Bengkulu, pembukaan kawasan Taman Buru Semidang Bukit Kabu yang mencakup wilayah Kabupaten Seluma dan Bengkulu Tengah mengakibatkan tujuh 7 orang warga dari Desa Sekalak dan Desa Talang Beringin Kabupaten Seluma menjadi korban diserang harimau.
Sebelumnya pihak TNKS wilayah Bengkulu menyebutkan populasi harimau Sumatera di dalam kawasan konservasi itu diperkirakan tinggal 150 ekor.
Kepala Kantor Seksi Wilayah VI TNKS Rejanglebong M Mahfud menjelaskan, dari data yang ada di Balai Besar TNKS Sungai Penuh Jambi yang membawahi empat provinsi di Sumatera (Bengkulu, Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Jambi), jumlah satwa itu terus berkurang akibat perburuan atau terperangkap jebakan.
"Pendataan terakhir tahun 2014, populasi harimau di TNKS diperkirakan tinggal 150 ekor," ungkapnya.***3***