Harga batu bara diproyeksikan akan menurun sekitar 28 persen pada 2024 dan 12 persen pada 2025.
Kondisi ini diperkirakan akan terus menekan harga batu bara dalam beberapa tahun ke depan. Pada saat yang sama, permintaan batu bara dari China, konsumen terbesar batu bara di dunia, mencapai puncaknya pada tahun 2023, namun setelah itu tren permintaan relatif turun.
Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia menetapkan Harga Batu Bara Acuan (HBA) untuk Juli 2024 sebesar USD130,44 per ton.
Baca juga: Ekonomi Bengkulu triwulan II tumbuh 6,79 persen
Hal itu menunjukkan penurunan yang signifikan dibandingkan HBA pada Juli 2023 yang mencapai USD191,60 per ton, turun sekitar 31,9 persen secara tahunan (year on year/ yoy).
Penurunan tersebut menggarisbawahi perlunya diversifikasi ekonomi di daerah penghasil batu bara seperti Bengkulu, salah satunya hasil alam yang diarahkan pada bioenergi dan produk turunan lainnya dari kelapa dan kelapa sawit yang melimpah.
Tentu keberlanjutan ekonomi berbeda dengan batu bara yang pada waktunya akan habis karena tidak bisa diperbaharui. Berbeda dengan komoditas kelapa serta kelapa sawit yang berkelanjutan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bengkulu, luas area tanam kelapa sawit mencapai 319.696 hektare dengan produksi 1.053.614 ton per tahun, sementara luas area tanam kelapa tercatat 8.815 hektare dengan produksi 7.574 ton per tahun.
Sebagian besar ekspor pada semester I tahun 2024 Provinsi Bengkulu adalah dari batu bara yang hampir di setiap bulan di atas 90 persen, kecuali Mei.
Adapun data tersebut yaitu Januari 2024 senilai 94,10 persen dari total ekspor Bengkulu adalah produk batu bara atau sebesar 11,90 juta dolar AS.
Kemudian di tahun sama pada Februari adalah 21,98 juta dolar AS (94,62 persen), Maret 21,56 juta dolar AS (94,20 persen), April 14,31 juta dolar AS (91,87 persen), Mei 7,69 juta dolar AS (82,56 persen), Juni 9,36 juta dolar AS (93,95 persen).
Baca juga: Bengkulu bangun infrastruktur terstruktur pastikan akselerasi ekonomi
Nilai ekspor batu bara Bengkulu memang sangat mendominasi, tapi memang harus didorong untuk produk energi lain sebagai nilai tambah pendapatan terutama dari ekonomi hijau.
Seiring dengan penurunan harga batu bara, Bengkulu perlu mendorong pengembangan komoditas lain seperti kelapa dan tentu saja kelapa sawit.
Bengkulu juga dapat mencontoh program Bricofi yang diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) dalam proyeknya di Jawa Tengah. Limbah kelapa ini dimanfaatkan menjadi produk bernilai ekonomi tinggi.
Langkah-langkah serupa dapat diterapkan di Bengkulu untuk mengembangkan ekonomi hijau daerah ini.
Dalam hal pengembangan kelapa sawit, Pemerintah dan masyarakat Bengkulu dapat mengoptimalkan produksi biodiesel dan bioethanol sebagai sumber energi terbarukan yang berkelanjutan.
Pemerintah telah mulai mengimplementasikan bahan bakar biodiesel B35 dan sedang menguji coba biodiesel B40, sebagai bagian dari upaya mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Sumber bioenergi melimpah
Pakar bioenergi Tatang Hernas Soerawidjaja menyatakan Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan sumber energi nabati sebagai bahan bakar alternatif. Namun, rendahnya inovasi di industri lokal menjadi tantangan yang perlu diatasi.