Di tempatnya bekerja, Sabri dan istrinya bisa mendapatkan penghasilan sekitar RM4000 atau sekitar Rp14 juta per bulan (1 ringgit Malaysia setara dengan Rp3.560). Dengan pendapatan sebesar itu, Sabri bisa menabung, membangun rumah, hingga membeli tanah di kampungnya.
Secara berkala Sabri mentransfer sebagian pendapatannya lewat jasa pengiriman uang ataupun meminta perusahaan tempatnya bekerja mentransfer gajinya ke rekening banknya. Dua bank nasional memang sudah memfasilitasi Sabri dan kawan-kawan untuk membuka rekening.
Padahal sebelum bekerja di Sabah, Sabri hanya bekerja serabutan dengan pendapatan yang tidak seberapa. Jangankan bisa menabung atau membangun rumah, untuk makan sehari-hari saja sulit.
Sabri dan istrinya bukanlah satu-satunya pasangan PMI yang bekerja di perkebunan. Terdapat banyak pasangan lainnya yang bekerja di berbagai ladang sawit di Sabah.
Dengan kemampuannya untuk mengirimkan sebagian pendapatannya ke kampung halaman, orang-orang seperti Sabri layak disebut sebagai pahlawan devisa. Pahlawan bagi keluarganya untuk memerangi kemiskinan, berjuang untuk menjaga stabilitas ekonomi, dan kesejahteraan keluarganya.
Apa yang dilakukan Sabri di Sabah dan pekerja migran Indonesia di seluruh dunia merupakan suatu kontribusi nyata laku kepahlawanan dalam meningkatkan perekonomian Indonesia. Negara ikut mendapatkan keuntungan dengan masuknya devisa yang berasal dari para pekerja migran tersebut untuk membiayai berbagai sektor pembangunan, perdagangan internasional, serta memperkuat cadangan devisa negara.
Oleh karena itu, ketika setiap 10 November bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan Nasional, sesungguhnya peringatan tersebut bukan sekadar mengenang dan menghormati jasa-jasa para pahlawan dalam mempertahankan kemerdekaan, melainkan juga menghargai jasa-jasa mereka yang dapat mendatangkan devisa ke Indonesia.
Atas sumbangsih para pahlawan devisa tersebut, negara senantiasa hadir untuk memberikan perlindungan kepada mereka, sejak sebelum keberangkatan, saat proses keberangkatan, ketika berada di negara penempatan, hingga kepulangan mereka ke Tanah Air.
Selama ini kita sering mendapat informasi masih banyak calon PMI yang berangkat tanpa prosedur. Tidak sedikit pula yang menjadi korban perdagangan manusia di beberapa negara. Oleh karena itu, kehadiran negara dalam penempatan pekerja migran sangat diperlukan agar mereka dapat bekerja dengan aman dan nyaman di negara tempatnya bekerja.
Ketika mereka sudah tidak bekerja sebagai PMI alias sudah purnatugas sebagai pekerja migran, negara perlu menunjukkan peran dan kehadirannya. Pemberdayaan bagi yang sudah purnatugas tetap perlu dilakukan agar mereka bisa membangun daerah. Agar mantan pekerja migran juga sukses membangun kampung halaman, mereka perlu mendapatkan pendampingan, dukungan, dan ekosistem yang suportif.
Akhirnya, pada Hari Pahlawan tahun ini, sudah selayaknya kita juga memberi penghormatan kepada mereka para pekerja migran sebagai pahlawan devisa. Selamat Hari Pahlawan.
*) Aris Heru Utomo, Konsul Republik Indonesia Tawau, Sabah, Malaysia
Editor: Achmad Zaenal M