Bengkulu (ANTARA) - Era digital telah membawa perubahan besar dalam cara pemerintahan di berbagai negara, termasuk Indonesia, mengelola layanan publik. Melalui program e-government yang dimulai sejak tahun 2003, pemerintah berupaya meningkatkan efisiensi dan aksesibilitas layanan dengan menggunakan platform digital. Namun, perkembangan ini tidak lepas dari tantangan serius: ancaman kebocoran data pribadi masyarakat.
Fakta bahwa perlindungan data pribadi masih jauh dari memadai menegaskan perlunya perhatian lebih serius dari pemerintah untuk menjadikannya sebagai prioritas utama dalam transformasi digital.
Kasus kebocoran data pribadi di Indonesia semakin menjadi sorotan setelah aksi peretasan oleh akun Bjorka pada 2022 dan beberapa tahun berikutnya. Bjorka mengklaim berhasil membobol data KPU berisi 105 juta data pribadi, 1,3 miliar data pengguna kartu SIM, hingga data Presiden RI dan keluarganya.
Yang terbaru, pada September 2024, 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bocor, termasuk Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, dan tanggal lahir pengguna. Data ini, yang diretas dari Direktorat Jenderal Pajak, kemudian diperjualbelikan di forum daring.
Situasi ini menunjukkan bahwa meskipun UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi telah disahkan, implementasinya masih jauh dari harapan. Lembaga otoritas yang bertanggung jawab atas pengawasan pelaksanaan UU ini belum juga terbentuk hingga hari ini. Padahal, kehadiran lembaga ini sangat krusial untuk memastikan keamanan data masyarakat sekaligus memberikan sanksi bagi pelanggaran yang terjadi.
Baca juga: Ponsel iPhone 16 gagal masuk Indonesia, Apple Gelontorkan Rp1,5 Triliun untuk investasi nasional. Apa saja kelebihan iPhone 16?
Baca juga: Google tawarkan aplikasi Gemini khusus di iPhone
Sebagai pengguna layanan digital pemerintah, masyarakat tidak memiliki alternatif selain menyerahkan data pribadi mereka untuk mengakses layanan. Namun, tanpa jaminan keamanan yang memadai, masyarakat justru menjadi pihak yang paling dirugikan ketika data mereka bocor. Keadaan ini menjadi ironi besar dalam upaya pemerintah meningkatkan digitalisasi layanan publik.
Tantangan Transformasi Digital
Transformasi digital di pemerintahan tidak sekadar memperkenalkan teknologi baru, tetapi juga mencakup tanggung jawab besar dalam melindungi hak-hak dasar masyarakat, termasuk hak atas privasi data pribadi. Kebocoran data menunjukkan bahwa pemerintah belum sepenuhnya siap menghadapi tantangan keamanan siber.
Kesiapan infrastruktur teknologi dan sumber daya manusia (SDM) masih menjadi masalah besar. Banyak aplikasi dan sistem digital pemerintah dibuat tanpa mempertimbangkan standar keamanan yang memadai. Presiden RI bahkan menyebutkan pada Mei 2024 bahwa ada sekitar 27 ribu aplikasi digital yang dikelola oleh berbagai instansi pemerintah. Namun, banyak di antaranya tidak memiliki standar keamanan yang seragam.