Bengkulu (Antarabengkulu.com) - Harun Ka'arubi, tokoh adat di Pulau Enggano, Kabupaten Bengkulu Utara, mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dihadapi masyarakat di pulau terluar Provinsi Bengkulu ini yang bisa menghambat perkembangan daerah.
Harun Ka'arubi di Enggano baru-baru ini menyebutkan permasalahan tersebut antara lain turunnya harga pisang dari Rp45 ribu menjadi Rp25 ribu per tandan, pelayaran kapal feri kurang teratur, jaringan listrik yang kurang maksimal, harga bahan bakar minyak (BBM) yang masih mahal, pembangunan jalan lingkar yang tidak berlanjut, serta peningkatan wisata dan perikanan yang belum maksimal.
Secara rinci, Harun yang merupakan koordinator kepala suku di Pulau Enggano menjelaskan, harga pisang mulai turun sejak dua bulan terakhir dan membuat petani pisang kurang bergairah untuk meningkatkan produksinya.
Produksi pisang di Enggano selama ini berkisar 50-60 ton per minggu, dan banyak masyarakat yang mulai menanam pisang. "Namun sejak harganya turun, banyak petani yang membiarkan pisangnya dimakan burung di pohon," ujarnya.
Terkait pelayaran kapal feri, Harun menyampaikan jadwal pelayaran sering berubah-ubah, dan kapal sering sampai di Pelabuhan Pulau Baai Bengkulu pada pukul 03.00 WIB. "Ini membuat pisang bisa membusuk," ujarnya.
Kapal Feri yang berlabuh dari Enggano ke Bengkulu saat ini dua kali tiap pekan, dan dia berharap ada penambahan frekuensi menjadi tiga kali seminggu. Waktu yang dibutuhkan untuk berlayar dari Enggano ke Bengkulu atau sebaliknya berkisar 8-10 jam tergantung kondisi cuaca saat itu. Tak jarang kapal kembali ke dermaga karena mendapati cuaca yang tidak bersahabat.
Sementara kondisi listrik di Pulau Enggano juga masih berlangsung pemadaman setiap hari. Listrik tersedia mulai pukul 05.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB, selanjutnya menyala lagi pada pukul 17.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB.
Harun berharap listrik dapat tersedia selama 24 jam mengingat pulau ini adalah daerah terpencil. Sementara harga premium di Pulau Enggano juga bervariasi berkisar Rp12 ribu hingga Rp15 ribu per liter. "Kalau harga BBM di Papua saja bisa disamakan, kenapa di sini tidak bisa, mengingat daerahnya lebih mudah dijangkau," katanya.
Selain itu, dia juga mempertanyakan dilarangnya penumpang membawa elpiji dan sepeda motor di kapal perintis.
Menanggapi itu, Wakil Bupati Bengkulu Utara Arie Septia Adinata mengaku akan berkoordinasi dengan dinas terkait guna mencari solusi di Pulau Enggano. "Kita akan cari tahu kenapa hal tersebut bisa terjadi," ujarnya.
Secara keseluruhan, dia berharap segala permasalahan yang ada di Pulau Enggano, terutama di bidang infrastruktur bisa terselesaikan selama masa pemerintahannya atau sekitar empat tahun ke depan.
Enggano adalah pulau terluar di wilayah utara Provinsi Bengkulu dengan luas 68 ribu hektare. Pulau berpenduduk sekitar 2.500 jiwa itu selain mengandalkan hasil perikanan juga menghasilkan kelapa, pisang, melinjo, cengkih dan kakao. Selain pulau, Enggano merupakan sebuah kecamatan yang terdiri dari enam desa yakni Banjarsari, Malakoni, Kahyapu, Meok, Apoho dan Kaana.