"Diperlukan bantalan ekonomi bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dan zakat bisa menjadi salah satu opsi untuk menggerakkan ekonomi serta menjadi alternatif untuk membantu perekonomian masyarakat bawah menjelang lebaran tahun ini," kata Anwar.
Pandangan ini sejalan dengan temuan survei IDEAS terhadap 1.233 responden di 30 provinsi yang bertajuk Potret Kedermawanan Masyarakat Muslim Indonesia. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar donatur muslim di Indonesia merupakan Donatur Religius (39,01 persen) dan Donatur Skeptis yang kritis terkait penyaluran dananya (23,53 persen).
Selebihnya merupakan Donatur Kedekatan (12,57 persen) yang berdonasi karena kedekatan dengan latar belakang asal atau ormas, Donatur Investor (12,25 persen) yang berdonasi karena dianggap menguntungkan, Donatur Balas Budi (6,41 persen) yang ingin membantu karena pernah dibantu, dan Donatur Sosialita (6,24 persen) yang berdonasi karena teman pergaulan.
"Dari survei tersebut, kami menemukan spirit religius menjadi faktor pendorong utama masyarakat muslim Indonesia dalam melakukan donasi, dan pada bulan Ramadan spirit itu terakumulasi menjadi aktivitas kebaikan untuk membantu sesama," kata Anwar.
Survei ini juga mengungkap bahwa sebagian besar donatur mengalokasikan dana di kisaran Rp50 ribu-Rp100 ribu per bulan (28,61 persen), diikuti oleh donasi di bawah Rp50 ribu (22,59 persen) dan Rp100 ribu-Rp200 ribu (22,29 persen). Hanya sekitar 15 persen yang berdonasi lebih dari Rp300 ribu per bulan.
"Kedermawanan tidak hanya menjadi ciri khas kelas atas, tetapi juga dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, termasuk kelas menengah dan bawah," kata Anwar.
Tantangan Kepercayaan Pengelolaan
Meski potensi zakat besar, tantangan yang dihadapi sektor filantropi masih signifikan. Salah satunya adalah preferensi masyarakat dalam menyalurkan dana secara langsung ke penerima, masjid, atau kanal informal.