Bengkulu (ANTARA) - Di era media sosial, tren perjalanan berubah drastis. Banyak wisatawan kini menjadikan unggahan viral sebagai panduan utama liburan, sehingga destinasi tertentu mendadak penuh sesak. Fenomena ini membuat konsep daftar impian perjalanan atau bucket list mulai dipertanyakan relevansinya.
“Media sosial kini menjadi sumber inspirasi utama wisatawan. Akibatnya, destinasi yang sama viral di mana-mana,” ujar Grace Beard, editor perjalanan di Time Out. Menurutnya, kondisi ini membuat banyak orang berbondong-bondong menuju tempat yang sama, memicu antrean panjang hingga tekanan besar pada kapasitas destinasi.
Italia Ajak Wisatawan ke Daerah Tersembunyi
Italia menjadi salah satu negara yang mulai serius membenahi pola kunjungan wisata. Melalui kampanye “99% of Italy”, pemerintah setempat berupaya mengurangi kepadatan di kota-kota populer seperti Venesia, Roma, dan Firenze.
Data menunjukkan, 70% dari 70 juta turis mancanegara hanya mengunjungi 1% wilayah Italia.
“Pariwisata yang terkonsentrasi menjadikan kota-kota besar rentan dan padat. Padahal, masih banyak wilayah autentik yang tak tersentuh,” ujar Ruben Santopietro, CEO Visit Italy. Kampanye ini mendorong wisatawan untuk melirik desa bersejarah dan pedesaan indah seperti La Marche dan Sorano dikutip BBC.
Jepang Terapkan Konsep Undertourism
Di Jepang, agen perjalanan InsideJapanTours mengajak wisatawan mengubah arah liburannya. Alih-alih hanya menjejali Tokyo, Kyoto, atau Osaka, turis didorong menjelajah daerah dengan kapasitas wisata yang lebih siap, seperti Prefektur Toyama yang kaya kerajinan tradisional dan panorama alam.
“Perubahan kecil dalam rencana perjalanan dapat memberi dampak besar bagi keberlanjutan,” kata Rob Moran, Kepala Keberlanjutan InsideJapanTours.
