Rejang Lebong, Bengkulu (ANTARA) - Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu menyebutkan pengadaan makan minum pasien dan bukan pasien di RSUD Kabupaten Rejang Lebong tahun anggaran 2022-2023 tidak melalui mekanisme tender sehingga menyebabkan kerugian negara Rp800 juta.
"Berdasarkan fakta yang kami temukan, kegiatan pengadaan makan minum pasien dan nonpasien RSUD Rejang Lebong tahun anggaran 2022-2023 ini tidak melalui proses tender," kata Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Rejang Lebong Fransisco Tarigan di Rejang Lebong, Minggu.
Dia menjelaskan, selain tidak melalui proses tender, modus operandi dalam kasus ini ialah adanya kegiatan fiktif, kemudian adanya kegiatan yang tidak sesuai dengan jumlah kuota serta pemberian menu makan minum yang sama atau berulang.
Pada pengusutan dugaan tindak pidana korupsi kegiatan makan minum pasien dan nonpasien RSUD Kabupaten Rejang Lebong tersebut, kata dia, tim penyidik Kejari Rejang Lebong pada 3 September 2025 lalu telah menetapkan dua orang sebagai tersangka yakni DP dan RI, di mana keduanya merupakan ASN di RSUD Rejang Lebong yang bertindak sebagai PPTK dan pihak pengadaan.
"Sudah ada alat bukti baru yang ditemukan, saat ini tengah dikembangkan oleh penyidik," terangnya.
Sejauh ini tim penyidik Kejari Rejang Lebong, kata dia, masih terus melakukan pendalaman guna menggali informasi lainnya guna mengetahui ada tidaknya keterlibatan pihak lain.
"Adanya tidaknya tersangka baru dalam kasus ini, kita masih melihat fakta-fakta penyidikan. Tapi tidak menutup kemungkinan ada, tergantung dari hasil penyidikan nantinya," tambah dia lagi.
Sebelumnya tim penyidik Kejari Rejang Lebong telah menetapkan tersangka korupsi makan minum RSUD Rejang Lebong tahun anggaran 2022-2023. Keduanya ialah DP selaku PPTK kegiatan BLUD RSUD Rejang Lebong tahun anggaran 2022-2023.
Sedangkan satu orang lagi ialah RI yang merupakan ASN di RSUD Rejang Lebong sekaligus pemilik CV Agapi Mitra yang menjadi pihak ketiga pengadaan makan minum di RSUD Rejang Lebong.
Kedua tersangka ini dijerat atas pelanggaran pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001, dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.
