“Aturan tidak boleh melakukan maksiat. Selain itu penilaian budaya juga menolak nilai kejelekan tersebut,” katanya di Mukomuko, Jumat.
Ia mengatakan hal itu menanggapi aksi ratusan perempuan dari Kecamatan Pondok Suguh yang berdemonstrasi di penginapan dan warung yang diduga sebagai tempat prostitusi terselubung di daerah ini.
Menurutnya, aksi ratusan perempuan di wilayah ini sebagai bentuk penolakan mereka terhadap apapun yang melanggar hukum, termasuk perbuatan asusila yang ada di wilayahnya.
Sehingga kesadaran masyarakat di daerah ini terpola secara bertahap. Termasuk kesadaran masyarakat dalam menjaga daerah ini dari orang-orang yang melanggar hukum.
Menurutnya, ini merupakan program Kepolisian Republik Indonesia (Polri), yakni keterlibatan masyarakat di daerah ini. Dan semua ini merupakan nilai kesadaran masyarakat.
Camat Pondok Suguh Abdul Hadi menyatakan akan memanggil empat orang pemilik “kos” atau rumah sewa yang ditempati oleh wanita yang berprofesi sebagai pekerja sek komersial di wilayah ini.
Ia menyatakan, pemilik kos di daerah ini jangan lagi menerima orang yang kos tidak jelas asal usulnya.
“Penghuni rumah kos ini harus jelas asal usulnya. Mereka harus melapor kepada aparatur pemerintah desa setempat,” ujarnya.
Terkait dengan dua PSK yang diamankan oleh kepolisian resor setempat, ia mengatakan, dua wanita ini telah dilepas dan dikembalikan ke daerah asalnya, yakni Kota Bengkulu dan Lampung.