Pekanbaru (ANTARA) - Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau menurunkan tim survei ke lokasi konflik harimau sumatera dengan warga, yang mengakibatkan korban dua ekor sapi mati diterkam satwa tersebut, di Desa Kota Garo, Kabupaten Kampar, Riau.
“Tindakan selanjutnya, segera dilakukan survei lokasi untuk pemasangan kamera penjebak di sekitar lokasi kejadian untuk mengetahui individu harimau sumatera, dan juga sosialisasi lanjutan kepada masyarakat di sekitar lokasi kejadian,” kata Kepala BBKSDA Riau, Suharyono kepada ANTARA di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan BBKSDA Riau mendapatkan laporan bahwa di Desa Kota Garo Kecamatan Tapung Hilir, Kabupaten Kampar, telah terjadi konflik antara harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) dengan manusia.
Tim BBKSDA Riau segera melakukan pengecekan lapangan bersama perangkat desa setempat dan Babinsa dan hasilnya menunjukkan bahwa lokasi kejadian berada di kebun sawit masyarakat di Dusun 2 Desa Kota Garo.
Di lokasi tersebut ditemukan dua ekor anak sapi dengan umur kira-kira satu tahun telah mati di dekat kandang sapi yang diduga akibat diserang harimau sumatera. “Pada kedua tubuh anak sapi tersebut ditemukan lobang bekas gigitan dan juga cakaran harimau, namun kedua anak sapi tersebut belum sempat dimakan,” ujarnya.
Terkait kejadian tersebut, Kepala Desa Kota Garo Ilyas Sayang menyampaikan bahwa harimau sumatera sejak dulu sudah biasa hidup berdampingan dengan masyarakat melayu Kota Garo, sehingga tidak perlu takut terhadap Harimau.
Suharyono mengatakan kemampuan jelajah harimau dewasa, khususnya yang berasal dari kantong Minas - Tahura memang sampai ke wilayah Kota Garo. “Seperti kata Pak Kades, kemunculan itu bukan hal yang baru, tapi sudah dari dulu. Bila ada sesuatu terjadi di kampung kita akibat kedatangan atau serangan harimau, berarti itu mengingatkan kita agar tidak takabur,” kata Suharyono mengutip pernyataan Kepala Desa Kota Garo.
Selain itu, Suharyono mengatakan saat musim hujan seperti sekarang ini ada kecenderungan harimau jantan lebih sering menjelajah ke wilayah teritorinya menggunakan urine atau kencing. “Untuk memberikan penandaan. Maaf, memberi tanda dengan kencing, karena tanda itu cenderung lebih cepat hilang terkena air hujan,” kata Suharyono.
Berdasarkan analisa tempat kejadian perkara dan informasi masyarakat pemilik sapi, serangan terhadap kedua anak sapi tersebut diperkirakan terjadi pada Sabtu subuh, 13 Juni 2020. Pemilik sapi adalah bapak Saryanto dan Ari. Perkiraan kerugian akibat kematian kedua anak sapi kurang lebih Rp12 juta.
Berdasarkan analisa lapangan, kondisi kebun kelapa sawit tersebut terawat dan bersih dari semak belukar. Di sekitar lokasi tersebut terdapat juga kandang sapi, namun kadang sapinya tidak selalu dimasukkan dalam kandang tapi hanya diikat saja di pohon sawit.
Selain itu, di lokasi kejadian ditemukan juga jejak yang mulai pudar akibat hujan dengan ukuran 14 x13 cm. “Jejak yang masih segar juga ditemukan masyarakat tidak jauh dari lokasi kejadian, tetapi saat Tim cek jejak tersebut sudah hilang karena tergerus air hujan,” katanya.
Ia mengatakan Tim BBKSDA Riau juga melakukan sosialisasi kepada masyarakat agar selalu berhati-hati dalam beraktivitas dan tidak melakukan perburuan serta pemasangan jerat terhadap Harimau Sumatera dan mangsanya. Lembaran poster juga diberikan kepada masyarakat agar masyarakat lebih paham akan aktifitas Harimau Sumatera dan cara menghadapi konflik dengan satwa dilindungi tersebut.
“Terhadap kejadian ini, saya menghimbau agar masyarakat dapat bekerja sama dengan baik dengan Balai Besar KSDA Riau, tidak bertindak anarkis dan tidak percaya kabar bohong. Jika mendapat informasi baru dan benar, agar segera menghubungi Call Center Balai Besar KSDA Riau di nomor 081374742981,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sapi maupun ternak lainnya agar segera dimasukkan ke kandang jika hari menjelang senja supaya tidak memancing naluri berburu dari harimau sumatera maupun satwa liar lainnya.*