Lebak (Antara) - Perajin tahu tempe di Kabupaten Lebak, Banten, meminta pemerintah memberikan subsidi untuk kedelai karena harga di pasaran terus melonjak dan tidak terkendali.
"Harga kedelai sejak sepekan terakhir mencapai Rp8.700 dari sebelumnya Rp8.000 per kilogram. Kami berharap pemerintah memberikan subsidi sehingga perajin tahu dan tempe bisa berproduksi," kata Soleh, seorang perajin tahu warga Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Minggu.
Ia mengatakan, selama ini perajin tahu dan tempe di Kabupaten Lebak terancam gulung tikar setelah harga mencapai Rp8.700/kg.
Harga sebesar itu, kata dia, tentu produksi tahu dan tempe berkurang sekitar 50 persen.
Bahkan, beberapa perajin tahu dan tempe sudah tidak berproduksi lagi akibat naiknya harga kedelai di pasaran.
"Kami meminta pemerintah memberikan subsidi kedelai untuk meringankan beban perajin tahu tempe," katanya.
Ia memperkirakan, kenaikan kedelai di pasaran dipastikan terus melonjak karena selama sebulan terakhir sudah tiga kali terjadi kenaikan.
Kenaikan kedelai itu, ujar dia, kemungkinan disebabkan melemahnya nilai rupiah terhadap dollar, sebab kedelai yang dipasok dari Amerika Serikat dan Amerika Latin.
"Kami berharap harga kedelai murah dan terjangkau sehingga perajin bisa bertahan menggeluti usahanya," katanya.
Menurut dia, saat ini pasokan kedelai di Kabupaten Lebak diimpor karena produksi dalam negeri belum memenuhi permintaan pasar.
Pihaknya juga berharap pemerintah terus meningkatkan produksi kedelai sehingga perajin tahu dan tempe tidak kebingungan.
"Saya yakin jika petani mampu swasembada kedelai dipastikan harga kedelai murah," jelasnya.
Menurut dia, selama ini tahu dan tempe menjadikan menu makanan masyarakat Lebak karena memiliki nilai gizi cukup tinggi juga harga satuan pun murah.
Mereka para pedagang tahu dan tempe menjual eceran pada masyarakat antara Rp500 sampai Rp1.000.
Akibat kenaikan kedelai, kata dia, kini pedagang tahu dan teah seorang pepe mengeluhkan karena pendapatan menurun sekitar 80 persen.
"Kami sehari memproduksi tahu sebanyak 50 kilogram dengan keuntungan sekitar Rp150 ribu, namun kini hanya Rp50 ribu, kotor," katanya.
Salah seorang pedagang tempe warga Rangkasbitung Udin mengakui bahwa dirinya terpaksa menyiasatinya dengan berbagai cara agar keuntungannya tak terus anjlok.
Antara lain mengurangi ukuran tempe atau menaikkan harga jual eceran.
Jika sebelumnya setiap potong dijual seharga Rp1.000, kini naik menjadi Rp1.200.
"Kami minta kedelai disubsidi dengan harga murah sehingga para perajin bermodal kecil tetap bertahan," katanya.
Kepala Bidang Produksi Dinas Pertanian Kabupaten Lebak Yuntani mengaku selama ini produksi kedelai mencapai 130 ton dan perlu ditingkatkan melalui pengembangan budi daya tanaman tersebut.
Saat ini semangat petani untuk pengembangan budi daya tanaman kedelai cukup tinggi dan peluang usaha agribisnis pertanian sangat terbuka.
Pemerintah daerah terus mendorong usaha tersebut dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani.
"Saya yakin pengembangan ini selain bisa meningkatkan ekonomi petani juga dapat memenuhi pasar lokal," katanya.
Sementara itu, Sulaeman, seorang pedagang di Pasar Rangkasbitung mengaku dirinya saat ini mendatangkan kedelai dari impor Amerika Serikat karena produksi lokal tidak memenuhi.
"Kami berharap petani dapat meningkatkan produksinya sehingga bisa memenuhi kebutuhan pasar," jelasnya.