Jakarta (ANTARA) - Sektor peternakan di era pandemi COVID-19 terbukti tetap tumbuh positif, di tengah banyak sektor lain tergerus hingga anjlok menjadi negatif.
Pertumbuhan positif berlaku juga pada budi daya sapi potong yang termasuk subsektor peternakan. Padahal, budi daya sapi potong di Indonesia sebagian besar dilakukan secara tradisional dengan teknologi sederhana yang banyak ditekuni masyarakat. Mereka beternak sapi bukan untuk mata pencaharian utama, tetapi hanya salah satu bagian dari aktivitas pertanian.
Pandemi idealnya menyadarkan semua pihak bahwa pasar daging sapi tetap terbuka meskipun di era krisis. Momentum ini membuka mata semua pihak bahwa terdapat peluang untuk meningkatkan level usaha pada budi daya sapi potong.
Level usaha dari tradisional dapat dinaikkan levelnya menjadi bisnis komersial. Tentu perubahan paradigma usaha budi daya sangat diperlukan agar peternak rakyat merasakan keuntungan dari meningkatnya level tersebut.
Skala usaha yang masih terbatas menjadi satu tantangan untuk meningkatkan efisiensi usaha dan produktivitas ternak agar usaha budi daya berkelanjutan. Faktor pembatas untuk meningkatkan skala usaha umumnya kurangnya modal usaha atau terbatasnya akses permodalan untuk pengembangan usaha.
Banyak upaya pemerintah untuk membantu permodalan peternak melalui berbagai skema bantuan seperti kredit langsung dan program pemberdayaan. Tujuannya, untuk merevitalisasi usaha rakyat menjadi usaha yang maju.
Strategi pengembangan sapi potong rakyat menuju industri perlu dilakukan dengan melakukan reformasi modal, sistem kelembagaan, penciptaan pasar, dan introduksi teknologi.
Untuk menyiasatinya, Presiden Joko Widodo telah berupaya mendorong usaha peternakan rakyat melalui pertanian korporasi (corporate farming). Sederhananya, Presiden berharap sektor peternakan dikelola secara korporasi karena lebih efisien dibandingkan dikelola sendiri-sendiri. Peternak dapat membangun kelompok dan membangun industri peternakan dari hulu ke hilir.
Mengorporasikan peternak dapat dimaknai upaya untuk mengembangkan model bisnis melalui konsolidasi peternak, lahan, dan manajemen usaha, sehingga mampu meningkatkan kelembagaan peternak, meningkatkan posisi tawar, memberikan nilai tambah, dan daya saing peternak, sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak.
Korporasi peternakan sangat diperlukan untuk kemajuan peternakan ke depan dan hal itu mesti didukung dengan adanya kawasan peternakan yang merupakan gabungan dari sentra-sentra peternakan dan komponen pendukungnya yang harus memenuhi syarat batas minimal skala ekonomi pengusahaan.
Pengembangan kawasan peternakan berbasis pada korporasi peternak tersebut merupakan strategi penting dalam pemberdayaan ekonomi rakyat, dengan tujuan dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing suatu wilayah.
Jika hal itu dapat diwujudkan, maka rantai pasok suatu produk hasil peternakan dapat terkoordinasi dalam keseluruhan proses sejak dari penyiapan awal proses produksi, serta penyaluran produk hingga ke konsumen, sejak dari proses penyediaan input, proses produksi, transportasi, pergudangan, distribusi, hingga penjualan dan pengirimannya ke masyarakat sebagai konsumen.
Faktanya, peternak masih melakukan budi daya sapi secara sendiri-sendiri meskipun sudah tergabung dalam kelompok ternak. Kelompok ternak hanya sebatas media komunikasi untuk menjalankan program kegiatan yang diberikan pemerintah. Kelompok ternak ternyata belum memiliki orientasi bisnis. Kelompok ternak sekadar untuk kegiatan sosial kemasyarakatan.
Transformasi
Transformasi manajemen memerlukan persiapan dan proses yang tidak sebentar, banyak aspek nonteknis yang harus disiapkan seperti kelembagaan, sumber daya manusia, dan sejumlah aturan main. Di atas kertas memang terasa mudah, tetapi di lapangan eksekusinya bukan perkara mudah. Kelompok peternak ternyata tak dapat mengeksekusinya sendirian.
Barangkali, ada baiknya kita belajar pada Sekolah Peternakan Rakyat Institut Pertanian Bogor (SPR IPB) yang diinisiasi Prof Muladno pada 6 Mei 2013. SPR IPB merupakan salah satu contoh kelembagaan peternak yang sukses bertransformasi dari kelompok ternak menjadi kelompok ternak berkorporasi.
Di SPR IPB, peternak berskala kecil atau peternak rakyat melakukan pembelajaran partisipatif untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas ternak melalui bisnis kolektif berjamaah. Dengan kata lain, korporasi melakukan sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak sebagai mitra. Pengembangan peternakan berbasis korporasi adalah salah satu strategi penting dalam pemberdayaan ekonomi rakyat.
Menurut Prof Muladno, Guru Besar Program Studi Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University, membangun bisnis korporasi memerlukan mental yang kuat. Mental menjadi bagian tersulit dalam membangun korporasi.
Kelembagaan sebagai pondasi dasar korporasi harus disusun dengan struktur organisasi yang jelas termasuk pembagian tugas dan wewenangnya. Pengurus kelompok diutamakan memiliki ilmu dan keterampilan lebih dibanding anggota agar dapat mengelola bisnis korporasi.
Tentu, secara kultural peternak bukanlah pebisnis. Dengan demikian, bisnis korporasi yang ditargetkan menjadi sebuah perusahaan rakyat membutuhkan pendampingan secara intensif.
Sinergi peternak, akademisi, birokrat, dan pelaku usaha adalah mutlak karena mereka lah stakeholder utama yang disebut empat pilar peternakan Indonesia.
Musababnya, kondisi riil di lapangan peternak memiliki pengalaman yang cukup banyak, tetapi lemah dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Demikian pula, akademisi atau peneliti menguasai ilmu dan teknologi, tetapi tidak bisa beternak. Berikutnya, birokrat mempunyai kekuasaan dan anggaran tetapi sulit menentukan sasaran yang tepat. Terakhir, pebisnis mempunyai dana, tetapi tidak mau bermitra usaha dengan peternak.
Agar keempat pilar tersebut bisa saling melengkapi untuk membangun sebuah peternakan korporasi, maka keempatnya harus bisa bersinergi dan dan kolaborasi mendampingi peternak sesuai perannya masing-masing.
Peternak adalah pelaku usaha yang memiliki aset lahan, ternak dan tenaga kerja. Akademisi memberikan inovasi, motivasi dan pendampingan. Birokrat menyediakan pelayanan dan fasilitasi untuk peternak dalam regulasi, infrastruktur, finansial.
Demikian pula, pebisnis yang berperan sebagai mitra dan jaringan pemasaran. Keempat pilar ini harus berjalan selaras dalam mewujudkan korporasi peternakan rakyat.
*) drh Aulia Evi Susanti, MSc adalah Peneliti BPTP Sumatera Selatan, Badan Litbang Pertanian dan Dr (Cand) Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan IPB University