Jakarta (ANTARA) - Sebelum kas Manchester City dipenuhi uang dari Timur Tengah yang membuahkan sederet trofi. Sebelum Manchester United mencapai dua digit koleksi gelar juara liga. Sebelum Chelsea diambil alih Roman Abramovich hingga dibuat kerepotan gara-gara sanksi untuk oligarki Rusia itu.
Sebelum hal-hal di atas, Nottingham Forest dan Liverpool sempat terlibat dalam rivalitas sengit yang tak sebatas persaingan domestik, tetapi juga prestasi di pentas Eropa.
Rivalitas lawas itu akan kembali tersaji pada Minggu 20 Maret 2022, saat Forest menjamu Liverpool dalam pertandingan perempat final Piala FA di Stadion City Ground, Nottinghamshire.
Rivalitas itu mungkin sudah tak cukup relevan lagi dalam dua dasawarsa terakhir, meskipun suporter Liverpool terkadang masih terdengar mengumandangkan yel-yel olokan yang mencantumkan Forest dalam daftar klub yang mereka benci.
Hal tersebut tentu tidak lepas dari faktor bahwa Forest sudah tak lagi tampil di kasta tertinggi sepak bola Inggris sejak pergantian milenium, setelah 1998/99 menandai musim terakhir mereka berada di Liga Premier Inggris.
Wajar bila kemudian manajer Liverpool Juergen Klopp mengaku ia tidak banyak mengetahui soal Nottingham kecuali ingatan masa kecilnya tentang kisah Robin Hood yang memang berlatar di Sherwood Forest, Nottingham.
"Saya hanya mengenal Nottingham semasa kecil lewat Robin Hood, kami sempat terpikir untuk menyambanginya. Mungkin tidak ada waktu untuk tamasya, tapi kami tetap tak sabar melakoninya," kata Klopp dalam jumpa pers pralaga dikutip dari situs resmi Liverpool, Jumat.
Brian Clough dan benih rivalitas
Apabila Liverpool memiliki sosok Bill Shankly sebagai sosok pembaharu klub mereka, maka Forest punya Brian Clough.
Setelah dinilai gagal meneruskan warisan Don Revie bersama Leeds United daln dipecat hanya dalam kurun waktu 44 hari, Clough memilih turun kasta dan menerima pekerjaan melatih Forest yang saat itu bermain di Divisi 2 pada paruh kedua musim 1974/75.
Sentuhan Clough, yang pernah menjuarai Divisi 1 1971/72 bersama Derby County, memang tidak serta merta dirasakan oleh Forest yang cuma finis di urutan ke-16 di akhir musim 1974/75 dan posisi kedelapan musim berikutnya.
Keputusan Forest mendatangkan Peter Taylor sebagai tandem asistennya pada 1976 berbuah manis sebab The Reds langsung meraih tiket promosi ke Divisi 1 sebagai juara Divisi 2.
Kombinasi Clough-Taylor juga disokong langkah transfer mereka mendatangkan penyerang kelahiran Liverpool yang kelak namanya cukup dikenal di Indonesia sebagai pelatih tim nasional, Peter Withe.
Withe yang datang dari Birmingham City, menjelma jadi top skor utama Forest di musim promosi itu di mana ia mencetak 19 gol dalam 42 penampilan di semua kompetisi, termasuk 16 gol di Divisi 2.
Ketika Forest pertama kali promosi, suporter Liverpool tak serta merta langsung memberi perhatian hingga akhirnya kedua tim bertemu dalam laga Boxing Day di City Ground pada 26 Desember 1977.
Forest saat itu memuncaki klasemen Divisi 1 setelah hanya kalah tiga kali dalam 20 pertandingan dan menantang Liverpool yang berstatus juara bertahan sekaligus juara Piala Champions.
Anak-anak asuh Clough mampu memimpin lebih dulu melalui gol Archie Gemmill pada menit ke-20 sebelum Liverpool membalas sepuluh menit berselang lewat Steve Heighway.
Sejak itu Forest terus melaju tak terkalahkan lagi di sisa musim hingga meraih gelar juara Liga Inggris pertama mereka, mencegah ambisi Liverpool menjadi tim ketiga yang mencatatkan triruntun juara setelah Huddersfield Town (1924-1926) dan Arsenal (1933-1935).
Benih-benih rivalitas semakin menguat ketika kedua tim bertemu di partai final Piala Liga yang harus menjalani laga ulangan karena pertemuan pertama di Wembley berakhir dengan skor nirgol bahkan setelah dua kali babak tambahan pada 18 Maret 1978.
Final ulangan dilangsungkan di Old Trafford empat hari berselang, dan Forest keluar sebagai juara setelah kemenangan dramatis 1-0 atas Liverpool yang dihasilkan penalti kontroversial John Robertson pada menit ke-52.
Sepak bola kala itu belum mengenal teknologi asisten wasit video (VAR) dan tayangan ulang setelah bubaran memperlihatkan bahwa bek Liverpool Phil Thompson sengaja menjatuhkan John O'Hare di luar kotak penalti demi menghindari hukuman titik putih.
Namun, O'Hare menjatuhkan dirinya di dalam kotak penalti dan wasit sepakat menunjuk titik putih. Atas hal itu, suporter Liverpool agaknya hingga kini masih tak bisa memaafkan Forest dan mencantumkan nama mereka dalam yel-yel daftar klub yang dibenci.
Rivalitas kedua tim berlanjut di kancah Eropa musim 1978/79, ketika Forest sukses menjungkalkan Liverpool yang berstatus juara dua musim beruntun dalam pertemuan di putaran pertama atau babak 32 besar.
Forest mampu mempertahankan keunggulan agregat berkat kemenangan 2-0 dalam leg pertama yang dimainkan di City Ground sebelum melaju hingga meraih trofi Piala Champions pertama mereka meski harus menyerahkan status juara Liga Inggris kembali kepada Liverpool.
Musim berikutnya Forest sukses mempertahankan trofi Piala Champions, membuat mereka jadi tim Inggris kedua setelah Liverpool yang menorehkan prestasi itu.
Kombinasi magis Clough dan Taylor sukses mengangkat Forest dari tim Divisi 2 menjadi pesaing utama kasta tertinggi sekaligus juara Eropa dua musim beruntun dalam kurun waktu empat tahun.
Bisakah yang pudar kembali berpendar?
Sayangnya masa keemasan Forest tak mencapai usia satu dasawarsa, sebab setelah trofi Piala Champions 1979/80 trajektori prestasi mereka cenderung menurun.
Clough masih sempat membawa Forest memenangi Piala Liga 1988/89 dan 1989/90, tapi sanksi dari UEFA terkait tragedi Heysel yang disebabkan suporter Liverpool pada 1985 membuat Forest tak berkesempatan tampil di Eropa.
Di liga, capaian terbaik Forest hanya mencapai posisi ketiga pada 1984, 1988 dan 1989 sebelum tenor Clough berakhir pada Mei 1993 setelah 18 tahun ditandai dengan kepastian mereka terdegradasi dari edisi perdana Liga Premier.
Selepas kepergian Clough, Forest langsung mendapat tiket promosi lagi dan Frank Clark yang jadi penerusnya berhasil membawa tim ke posisi ketiga Liga Premier 1994/95 dan mencapai perempat final Piala UEFA.
Namun di luar itu Forest tak lagi berbicara banyak di sepak bola Inggris, demikian juga Liverpool lantaran gelombang kesuksesan Manchester United di bawah arahan Alex Ferguson.
Bedanya, sejak kepergian Clough dan pudarnya era keemasan Forest, Liverpool beberapa kali menciptakan prestasi gemilang seperti trigelar piala pada 2000/01 serta Liga Champions 2004/05 yang ikonik.
Klopp lantas tiba di Liverpool, melarang para pemainnya menyentuh plakat This Is Anfield sebelum mereka berhasil menjuarai Liga Champions 2018/19 dan Liga Premier 2019/20.
Musim ini Liverpool sudah menjuarai Piala Liga dan masih bersaing di tiga kompetisi lainnya, termasuk menghadapi Forest di perempat final Piala FA nanti.
Klopp jelas tak mau menganggap remeh Forest hanya karena jalur kedua tim begitu berbeda sejak terakhir kali terlibat rivalitas di akhir dekade 1970-an.
Terlebih Forest, yang kini ditangani mantan pelatih akademi Liverpool Steve Cooper, tiba di perempat final dengan menjungkalkan tak kurang dari dua tim Liga Premier lain yakni Arsenal di putaran ketiga dan Leicester City di babak selanjutnya.
"Saya pikir Nottingham tidak sampai di sini melewati jalan yang mudah. Mereka memenangi laga penting melawan Queens Park Rangers Rabu kemarin untuk mulai bersaing memperebutkan promosi lagi, jadi rasanya mantan pelatih kami jelas melakukan pekerjaan hebat di sana, salah satu alasan lain mengapa ini pertandingan spesial," kata Klopp.
Forest dan Middlesbrough menjadi dua tim non-Liga Premier yang mencapai perempat final mengusung reputasi sebagai pembunuh raksasa di Piala FA musim ini.
Dan bagi Forest, perempat final bukan hanya menjadi kesempatan untuk menjaga reputasi itu tetapi juga memendarkan kembali rivalitas lama mereka dengan Liverpool yang sudah pudar entah berapa lamanya.
Nottingham Forest vs Liverpool, napak tilas sebuah rivalitas lawas
Sabtu, 19 Maret 2022 11:19 WIB 1112