Semarang (ANTARA) - Bakal calon anggota legislatif (bacaleg) di semua tingkatan, baik DPR RI, DPRD provinsi, maupun DPRD kabupaten/kota, yang berstatus tersangka memang tidak membatalkan pencalegan yang bersangkutan.
Aturan kepemiluan di Tanah Air mengedepankan asas praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Sebelum ada putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkrah), setiap orang dalam proses perkara tetap dianggap tidak bersalah. Hal ini ditegaskan pula dalam Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
Di satu sisi partai politik (parpol) yang mengajukan bacaleg tersebut tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Namun, di sisi lain karena bacaleg berurusan dengan hukum, tentu berpotensi merugikan parpol yang bersangkutan.
Bahkan, tingkat keterpilihan bacaleg tersebut kemungkinan besar rendah karena tidak sempat bersosialisasi sejak namanya tercantum dalam daftar bakal calon anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sampai pada masa kampanye Pemilu 2024.
Masa kampanye pemilu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU Pemilu, sejak 25 hari setelah ditetapkan daftar calon tetap (DCT) anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD provinsi, dan anggota DPRD kabupaten/kota untuk pemilu anggota DPR, anggota DPD, dan anggota DPRD.