Jakarta (ANTARA) - Bak petir di siang bolong, dalam percakapan teleponnya dengan Presiden Turki Tayyip Erdogan pada Minggu (9/7), Presiden Amerika Joe Biden terkejut ketika Erdogan mengangkat topik mengenai keanggotaan Uni Eropa (EU).
Menurut artikel di situs media middleeasteye.net, seorang sumber menyatakan bahwa Biden sebenarnya terkejut dengan rasa senang, dengan menyatakan bahwa dirinya berperan penting selama masa pemerintahan Bill Clinton sebagai Presiden AS dalam mendorong UE untuk menerima Turki sebagai anggota.
Seperti diketahui, Biden selama Clinton berkuasa pada dekade 90-an adalah salah seorang senator senior dalam bidang hubungan luar negeri di Senat AS.
Tidak hanya dalam perbincangannya dengan Biden, Erdogan juga mengulangi pernyataanya yang mengaitkan masuknya EU dengan proses masuknya Swedia ke Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO).
Atau dengan kata lain, Turki akan mendukung Swedia bergabung dengan NATO jika EU dapat menghidupkan kembali pembicaraan keanggotaan dengan pihak pemerintah Turki.
Baca juga: Ini waktu terbaik berwisata naik balon udara di Cappadocia
Menjelang keberangkatannya ke KTT NATO di Vilnius, Erdogan di Istanbul pada Senin (10/7) kepada media menyatakan bahwa EU seharusnya membuka jalan bagi masuknya Turki ke blok tersebut, sebelum parlemen Turki dapat menyetujui masuknya Swedia ke NATO.
Erdogan menyatakan bahwa Turki saat ini masih "harus menunggu di depan pintu Uni Eropa selama lebih dari 50 tahun".
Permohonan Turki untuk bergabung dengan EU telah dibekukan selama bertahun-tahun setelah pembahasan untuk keanggotaan tersebut diluncurkan pada 2005 pada masa jabatan pertama Erdogan sebagai perdana menteri.
Tentu saja, keinginan Turki untuk bergabung dengan Uni Eropa tidak dimulai saat Erdogan berkuasa.
Berdasarkan ensiklopedia dunia maya Wikipedia, Turki pertama kali mengajukan permintaan keanggotaan mitra (associate membership) untuk Masyarakat Ekonomi Eropa (nama awal dari Uni Eropa) pada 1959, sehingga menghasilkan kesepakatan Perjanjian Ankara pada 1963 dan berlaku setahun kemudian.
Perjanjian Ankara bertujuan mengintegrasikan kepabeanan bersama antara kedua pihak.
Pada 1987, Turki mengajukan permintaan keanggotaan resmi (formal membership), namun Komisi Eropa dua tahun kemudian menyatakan bahwa keanggotaan tersebut dapat terwujud pada masa yang lebih tepat, karena sejumlah kondisi ketika itu, seperti situasi politik dan ekonomi Turki, hubungan buruk dengan Yunani, serta adanya konflik dengan Siprus.
Setelah terciptanya kepabeanan bersama dengan Uni Eropa pada 1995, dan Yunani tidak lagi menentang masuknya Turki ke EU pada 1999, akhirnya pembahasan keanggotaan dibicarakan intensif sejak 2005.
Namun, sejumlah permasalahan domestik dan eksternal (khususnya isu dengan Siprus) masih kerap menghambat Turki untuk menjadi anggota penuh dari Uni Eropa.
Setelah lama melakukan negosiasi dengan tidak membuahkan hasil yang signifikan, tindakan pemerintah Turki yang menindak keras aksi unjuk rasa pada 2013 membuat Jerman memblokir pembahasan baru untuk aksesi Turki ke EU.
Macet
Tidak berhenti sampai di situ, tiga tahun kemudian saat Presiden Erdogan menindak keras pendukung kudeta terhadap pemerintahannya, hubungan antara negara-negara anggota EU dengan Turki memburuk, sehingga pembicaraan untuk aksesi Turki ke EU menjadi macet.
Menguak ambisi Turki menjadi anggota Uni Eropa
Kamis, 13 Juli 2023 9:22 WIB 1049