Kehadiran pasukan AS di kawasan Asia Tenggara juga dianggap sebagai penyeimbang bagi kekuatan China yang terus meningkatkan kemampuan militer dan kehadirannya di kawasan LCS.
Rencana penempatan kembali pasukan AS di Filipina tertunda setelah Presiden Filipina sebelumnya, Rodrigo Duterte, menyatakan akan menghentikan seluruh kerja samanya akibat penolakan penerbitan visa kunjungan ke AS terhadap salah seorang kepercayaannya.
Di bawah program Visiting Forces Agreement (VFA) atau Kesepakatan Kunjungan Pasukan, AS dan Filipina sebelumnya melakukan sekitar 300 kegiatan tiap tahun termasuk latihan perang Balikatan yang melibatkan ribuan pasukan ketiga matra (AD, AU dan AL) kedua negara.
Baca juga: Presiden Dewan Eropa serukan China bujuk Rusia hentikan perang
Di bawah Presiden Rodrigo Duterte yang lebih condong ke China, perjanjian EDCA yang diteken pada 2014 dihentikan, lalu dihidupkan kembali di era Presiden Ferdinand Marcos Jr.
Tak hanya menyiapkan pangkalan dan fasilitas pendukung bagi pasukan AS di sembilan pangkalan, Filipina awal 2022 meneken kontrak pembelian rudal supersonik darat ke laut BrahMos buatan patungan India-Rusia senilai 374, 9 juta dollar AS (Rp5,3 triliun).
Kebijakan yang diambil Presiden Marcos Jr diduga tak lepas dari laporan intelijen tentang eskalasi aktivitas militer China di sekitar wilayah sengketa yakni Pulau Thitu atau Pagasa yang diklaim Filipina, Dhao Thi Tu menurut versi Vietnam dan Zhing Ye Dao menurut China.
Tidak sebanding
Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) melaporkan anggaran militer Filipina 2023 sebesar 4,2 miliar dolar AS (sekitar Rp63 triliun), tentaranya berjumlah 125.000 personel, tidak sebanding China 1,55 triliun yuan (sekitar Rp3.436,5 triliun) dengan 2,3 juta tentara tetap.
AU Filipina hanya mengoperasikan puluhan pesawat termasuk pesawat latih T-50 Golden Eagle eks-Korsel yang dioperasikan untuk serangan ringan, AD-nya didukung sekitar 500 tank ringan (M-113, ex-AS, Excalibur eks-Cheko dan Alvis eks-Inggris), AL-nya dengan satu korvet, dua fregat dan 76 kapal patroli pantai.
Sebaliknya, AL China didukung 700-an kapal perang termasuk tiga kapal induk, puluhan destroyer, fregat, dan 70-an kapal selam, AU dengan 3.000-an pesawat tempur berbagai jenis, sedangkan AD memilik lebih 7.000 tank dan peluncur roket serta rudal-rudal balistik.
Baca juga: AS tidak membendung China, namun tuduh Beijing ubah aturan dagang
China juga membangun pos-pos militer di pulau karang (atol) dan pulau buatan di LCS serta mengoperasikan kapal-kapal nelayan, jauh sampai ke wilayah ZEEI di L. Natuna Utara yang diklaim sebagai wilayah operasi nelayan tradisionalnya.
Di Kepulauan Spartly, LCS yang juga diklaim Vietnam, China membangun 20 pos militer dan di Kepulauan Paracel tujuh pos serta mengendalikan Karang Scarborough yang berjarak 240 Km dari lepas pantai Filipina.
Sebagian pos-pos militer tersebut dilengkapi dermaga, landas pacu dan sistem pertahanan udara. Di P. Woody di Kep. Paracel digelar sistem rudal pertahanan udara HQ-9 berjangkauan 200 km.