Menurut Irf, sebenarnya pelajar itu takut kalau berkelahi satu lawan satu dan baru berani jika keroyokan. Ketika ditanya sejauh mana sekolah menerima kehadiran geng sekolah, siswa yang juga ketua OSIS di sekolahnya mengatakan, geng sekolah berbeda dengan klub ekstrakurikuler, sehingga banyak guru, bahkan guru BK, tidak tahu.
Geng sekolah, sebenarnya hanya untuk pertemanan saja. Geng ini tumbuh subur di sekolah dan hampir semua siswa ingin ikut dalam geng tersebut sebagai wadah pertemanan.
Baca juga: Binus School akan memproses siswa yang terlibat perundungan
Dengan kondisi demikian, kasus perundungan pada dasarnya tidak berdiri sendiri. Banyak faktor penyebab, mulai dari kenakalan remaja dan kebutuhan pertemanan sebagai bentuk pencarian identitas siswa, sampai pada penampilan para guru sekolah.
Di sisi lain, ada faktor penting yang terasa mulai "meredup" di sekolah, yakni kedekatan guru-siswa-orang tua murid di sekolah. Guru BK, misalnya, yang seharusnya menjadi tempat siswa "curhat", justru menjadi guru yang ditakuti.
Selain itu, guru juga kurang menghargai siswa, misalnya, seenaknya melempar kertas tugas siswa atau tutur katanya yang melukai hati siswa. Hal yang terlihat sepele ini justru membuat pelajar menjadi rendah diri karena peristiwa itu disaksikan teman sekelasnya.
Sistem interlock
Untuk lebih memaksimalkan Satgas Permendikbud 46/2003, sekolah perlu membangun hubungan pertemanan yang akrab, yakni komunikasi interpersonal yang mendekatkan guru, siswa, dan orang tua serta masyarakat dengan perekat sistem interlock.
Baca juga: Orang tua harus bekali anak kemampuan lindungi diri dari perundungan
Sistem interlock dalam kajian komunikasi interpersonal merupakan cara untuk saling menyambung atau mengunci dalam suatu kelompok, termasuk sekolah, sesuai fungsinya masing-masing.
Dalam tataran aksioma komunikasi, sistem interlock ini merupakan suatu ikatan atau mata rantai yang menunjukkan bahwa seseorang tidak dapat tidak berkomunikasi dengan yang lainnya.
Artinya, dengan sistem interlock, maka semua unsur sekolah merasa terikat untuk saling peduli dan saling mengawasi, sehingga tak seorangpun bisa luput dari hal yang tidak diinginkan. Seperti sebuah keluarga, maka ayah ibu di rumah tentu akan memperhatikan anak-anaknya.
Begitu juga dengan kehadiran geng sekolah atau klub remaja lainnya akan tumbuh menjadi sebuah bentuk lingkaran komunikasi positif dengan sistem interlock.
Baca juga: Menghapus budaya perundungan di kalangan pelajar
Menurut Joseph A.Devito (2016), pakar komunikasi interpersonal, pertemanan yang baik akan dapat menumbuhkan keakraban dan kesetaraan antara kedua pihak dan sesamanya karena mereka saling terbuka, mendukung serta saling menghargai.
Dengan kesetaraan dalam berkomunikasi ini, maka guru dan siswa serta unsur sekolah lainnya dalam sistem interlock dapat saling menerima dan saling menghargai.
*) Dr Artini adalah pimpinan Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA 2003-2006