Mengolah kecombrang dan pakis TNKS menjadi pundi-pundi rupiah
Minggu, 24 Maret 2024 21:25 WIB 3832
Tanaman kecombrang ini ditanam di bawah tegakan kayu tanaman pokok yakni jenis kemiri. Pertumbuhannya memang tidak merata karena tertutup bayangan tanaman pokok, tetapi hasilnya cukup lumayan.
Adapun untuk tanaman pakis diambil dari bawah pepohonan yang tumbuh subur di dalam Hutan Madapi. Madapi merupakan akronim dari tiga nama pohon yakni mahoni, damar, dan pinus, dengan luas lebih dari 200 hektare.
Tanaman kecombrang itu sendiri memiliki aroma khas. Bagi sebagian orang, mereka kurang menyukai aromanya jika dijadikan sayuran. Padahal tanaman ini diklaim memiliki banyak khasiat seperti antikanker, meredakan panas dalam, mencegah peradangan, hingga mencegah penyakit kronis.
Bungan tanaman beraroma khas ini juga disebut dapat mengontrol asam urat, mengontrol kadar gula darah, mengobati luka dengan cepat, serta mencegah dehidrasi.
Untuk menyiasati agar warga mau mengonsumsi kecombrang, Rita Wati bersama anggota kelompoknya membuat minuman sirup, kemudian diolah menjadi dodol, wajik, dan selai.
Adapun bahan pembuatan minuman jenis sirup ini ialah memanfaatkan kelopak bunga kecombrang, sedangkan untuk pembuatan selai dan dodol diambil dari buah kecombrang.
Untuk pembuatan stik dan rempeyek pakis, bahan bakunya diambil dari pucuk tanaman muda di kawasan TNKS Desa Pal VIII, Kecamatan Bermani Ulu Raya.
Kearifan lokal
Menurut Rita, pembuatan sirup dan aneka makanan olahan berbahan baku kecombrang itu sendiri berawal dari kearifan lokal masyarakat Desa Pal VIII pada tahun 1970-an. Kala itu masyarakat setempat memanfaatkan tanaman kecombrang sebagai penyubur padi sawah.
Tanaman kecombrang dianggap bisa menjadikan produksi padi lebih bagus terutama saat padi tengah "ngidam" menjelang masa berbulir. Tanaman kecombrang yang banyak dijumpai di wilayah itu kemudian oleh warga, bunganya diletakkan di berbagai sudut sawah.
"Saat itu saya masih kecil dan melihat buah kecombrang ini banyak sekali, lalu saya kupas dan masukkan ke dalam gelas atau stoples dan direndam pakai air masak dan keesokan harinya dikasih gula dan diminum rasanya segar," terangnya.
Teringat dari pengalaman masa lalu itu, ia bersama dengan anggota kelompoknya kemudian mempraktikan membuat sirup kecombrang. Pada awalnya yang diolah adalah buahnya tetapi karena buahnya sudah langka maka yang dijadikan sirup adalah bunganya, dan sirup yang dihasilkan rasanya cukup enak.
Sirup kecombrang produksi KPPL Maju Bersama Desa Pal VIII itu sendiri sudah sering ditampilkan dalam pameran UMKM dan kuliner di Kabupaten Rejang Lebong, Pemprov Bengkulu, bahkan pada ajang nasional.
Untuk sirup kecombrang, rempeyek pakis, stik pakis, dodol, dan selai beragam ukuran dijual dengan harga terjangkau.
Sejauh ini mereka masih mengalami kendala untuk pemasaran produk. Mereka berencana menjualnya dalam partai kecil atau "ketengan" terutama untuk jenis rempeyek dan stik pakis yang mudah laku.
"Kami berharap bisa memproduksi makanan dan minuman olahan ini setiap hari, untuk rempeyek dan stik ini akan kami jual ke warung-warung dan toko oleh-oleh di Kota Curup," ujarnya.
Pola Kemitraan
Pihak TNKS Wilayah III Bengkulu-Sumatera Selatan sejak beberapa tahun belakang mulai menerapkan pola kemitraan usaha bidang perekonomian dengan masyarakat sekitar kawasan guna menjaga kelestarian hutan, dengan memberikan bantuan sarana prasarana pendukung usaha.