Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mukomuko, Provinsi Bengkulu memberhentikan sementara sebanyak enam aparatur sipil negara (ASN) yang terjerat kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran RSUD tahun 2016-2021.
"SK pemberhentian sementara enam ASN ini sudah ditandatangani oleh Pak Bupati Mukomuko, selaku pejabat pembuat komitmen (PPK),” kata Pejabat Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Mukomuko, Niko Hafri di Mukomuko, Rabu.
Kejaksaan Negeri Mukomuko pada 15 Maret menahan tujuh orang setelah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran RSUD Mukomuko tahun anggaran 2016-2021.
Sebanyak tujuh tersangka ini, yakni TA mantan Direktur RSUD periode tahun 2016-2020, AF mantan Bendahara Pengeluaran BLUD RSUD 2016-2019, AT mantan Kabid Keuangan RSUD 2018-2021, HI mantan Kabid Pelayanan Medis RSUD 2017-2021.
Lalu KN mantan Kasi Perbendaharaan dan Verifikasi Bidang Keuangan RSUD Mukonuko 2016-2021, JM mantan Bendahara Pengeluaran BLUD periode 2020-2021, dan HF mantan Kabid Keuangan RSUD 2016-2018.
Niko menjelaskan, pemberhentian sementara enam ASN ini karena enam mantan pejabat ini sedang dalam proses hukum.
Ia mengatakan, pemberhentian sementara ini sesuai dengan Undang-Undang tentang ASN, yakni jika ada ASN yang sedang dalam proses hukum maka diberhentikan sementara.
“Sekarang diberhentikan sementara, jika nanti ada putusan dari majelis hakim dan sudah memiliki kekuatan hukum tetap, tentu kami akan menindaklanjutinya," ujarnya.
Terkait dengan pemberhentian sementara enam ASN ini, ia mengatakan, pihaknya juga sudah memberikan salinannya ke pihak Kejaksaan Negeri Mukomuko.
Sedangkan gaji yang diterima oleh enam tersangka ini, katanya, hanya menerima 50 persen dari gaji yang diterima pada biasanya.
Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Mukomuko Agung Malik Rahman Hakim sebelumnya mengatakan, kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran rumah RSUD Mukomuko tahun anggaran 2016-2021 sebesar Rp4,8 miliar.
Dari Kerugian negara sebesar Rp4,8 miliar tersebut, yakni belanja tidak dilaksanakan atau fiktif sebesar Rp1,1 miliar, belanja pertanggungjawaban lebih tinggi dari pengeluaran atau mark up Rp490 juta, dan belanja yang tidak dilengkapi SPJ sebesar Rp3,1 miliar.