Langkah ini menjadi bagian dari upaya pemerintah mencapai kedaulatan energi dalam beberapa tahun mendatang, termasuk memenuhi target NZE pada tahun 2060.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menyatakan berbagai terobosan diluncurkan, di antaranya adalah pengembangan biofuel, petrochemical, geotermal, serta teknologi CCS/CCUS.
Dalam mendukung kebijakan energi hijau, Pertamina memanfaatkan berbagai sumber daya alam yang berkelanjutan. Salah satu terobosan terbesar adalah pengembangan biofuel, yang diolah dari bahan bakar nabati.
Biofuel ini diharapkan mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil, sekaligus menekan emisi karbon yang dihasilkan dalam proses penggunaannya.
Biodiesel B35, salah satu inovasi unggulan, telah berhasil dikembangkan sebagai bahan bakar ramah lingkungan.
Tidak hanya digunakan pada kendaraan bermotor, biofuel juga diintegrasikan pada moda transportasi yang lebih luas. Inovasi ini berperan signifikan dalam menekan emisi CO2, memberikan dampak positif pada lingkungan.
Selain biodiesel, Pertamina juga mengembangkan bahan bakar terbarukan lainnya, seperti Pertamax Green dan Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Kedua bahan bakar ini dirancang untuk menggantikan bahan bakar konvensional yang berisiko tinggi bagi lingkungan. Pertamax Green dan SAF menjadi bagian dari solusi masa depan energi yang lebih berkelanjutan, terutama dalam industri penerbangan yang membutuhkan bahan bakar berkualitas.
Geotermal juga menjadi fokus utama Pertamina dalam mencapai swasembada energi. Saat ini, perusahaan itu mengelola 15 wilayah kerja panas bumi di seluruh Indonesia, dengan kapasitas terpasang 672 megawatt.
Targetnya adalah meningkatkan kapasitas ini menjadi 1 gigawatt dalam beberapa tahun ke depan, menjadikan geotermal sebagai salah satu pilar utama energi terbarukan di Indonesia.
Di sektor petrokimia, Pertamina berupaya mengoptimalkan produksi untuk memenuhi kebutuhan domestik dan membuka peluang ekspor.
Hingga tahun 2025, produksi petrokimia ditargetkan mencapai 3,2 juta ton per tahun, naik dari kapasitas saat ini. Langkah ini tidak hanya mendukung industri nasional, tetapi juga membuka peluang kemitraan dengan institusi lokal dan internasional untuk memperkuat posisi Indonesia di pasar global.
Pertamina juga memperkenalkan teknologi CCS/CCUS, yang berfungsi menangkap dan menyimpan emisi karbon dari aktivitas produksi energi.
Teknologi ini diaplikasikan di beberapa wilayah kerja, termasuk Field Sukowati, Field Jatibarang, dan Field Ramba, yang secara signifikan dapat menurunkan emisi karbon. Proyek CCS/CCUS diperkirakan akan mengurangi emisi karbon hingga 1,5 juta ton pada tahun 2029.
Sebagai bagian dari inisiatif energi hijau, Pertamina memperkenalkan Program "Desa Energi Berdikari" yang melibatkan masyarakat dalam penggunaan energi terbarukan.
Hingga saat ini, program ini telah mencakup 85 desa binaan di seluruh Indonesia, mendukung kemandirian energi di tingkat lokal. Program ini menunjukkan bahwa swasembada energi tidak hanya bisa dicapai di tingkat perusahaan tetapi juga bisa dilaksanakan di komunitas kecil.
Pertamina juga mengelola berbagai inisiatif keberlanjutan, seperti menjaga ketahanan energi dengan mempertahankan bisnis energi konvensional, sekaligus mengembangkan sektor rendah karbon.
Meramu teknologi hijau untuk kedaulatan energi
Rabu, 30 Oktober 2024 9:04 WIB 298