Putusan tersebut sontak mengundang banyak tanda tanya baik dari keluarga korban maupun masyarakat lantaran pertimbangan yang digunakan oleh majelis hakim dinilai tidak berpihak kepada korban.
Kejagung pun turut mencium keanehan pada putusan tersebut. Lembaga penegak hukum itu pun melakukan pemeriksaan terhadap tiga hakim yang menjatuhkan putusan tersebut, yaitu Erintuah Damanik selaku hakim ketua dan Heru Hanindyo serta Mangapul selaku hakim anggota.
Selain itu, dilakukan pula penggeledahan di beberapa properti milik para hakim. Di sana, ditemukan uang tunai senilai miliaran rupiah dari berbagai mata uang dan ditemukan pula bukti transaksi keuangan dan catatan pemberian uang kepada pihak terkait.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar mengatakan bahwa pihaknya menduga uang-uang tersebut berasal dari pengacara Ronald Tannur yang bernama Lisa Rahmat.
Pada Oktober 2024, ketiga hakim tersebut ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima suap untuk memuluskan vonis bebas Ronald Tannur. Selain itu, Lisa Rahmat selaku pengacara Ronald juga ditetapkan sebagai tersangka karena diduga memberikan suap tersebut.
Baca juga: MA bentuk tim usut oknum pejabat PN Surabaya inisial R perantara suap kasus Ronald Tannur
Penangkapan keempat tersangka tersebut seolah membuka kotak pandora dalam upaya kongkalikong guna membebaskan Ronald Tannur dari jeratan hukum.
Penyidikan Kejagung berlanjut dengan terungkapnya kasus baru, yaitu dugaan pemufakatan jahat berupa suap atau gratifikasi dalam penanganan perkara Ronald Tannur di tingkat kasasi.
Adapun pada saat itu bertepatan dengan Mahkamah Agung (MA) yang menangani kasasi terhadap Ronald Tannur, telah mengabulkan permohonan kasasi penuntut umum dengan menjatuhkan hukuman pidana penjara selama 5 tahun kepada Ronald.
Mantan Kepala Balitbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung, Zarof Ricar, dan Lisa Rahmat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemufakatan jahat.
Dalam perkara tersebut, Lisa Rahmat disebut meminta Zarof Ricar agar mengupayakan hakim agung pada MA untuk menyatakan bahwa Ronald Tannur tidak bersalah pada putusan kasasinya.
Lisa telah menyiapkan dana sebesar Rp5 miliar untuk Hakim Agung berinisial S, A, dan S yang menangani perkara kasasi Ronald Tannur dan untuk Zarof, diberikan fee (upah) sejumlah Rp1 miliar atas jasanya.
Dalam penyidikan, Zarof mengaku bahwa dirinya belum memberikan uang tersebut kepada ketiga hakim agung tersebut. Dalam penyidikan pula diketahui bahwa Zarof telah menjadi makelar penanganan kasus selama 10 tahun usai ditemukan uang tunai senilai hampir Rp1 triliun dan 51 kg emas di rumahnya.
Baca juga: Tiga hakim "vonis bebas" Ronald Tannur didakwa terima suap Rp4,67 M
Usai terungkap adanya dugaan pemufakatan jahat, penyidik Kejagung bergerak cepat dalam memeriksa anggota keluarga Ronald Tannur untuk mencari tahu asal-muasal uang yang dimiliki Lisa Rahmat untuk melakukan suap.
Selang beberapa hari, Kejagung menetapkan ibu kandung Ronald Tannur, Meirizka Widjaja (MW), sebagai tersangka baru dalam kasus dugaan suap dalam vonis bebas Ronald.
Meirizka diketahui kenal dengan Lisa Rahmat lantaran anak mereka satu sekolah. Ketika Ronald terjerat pidana pembunuhan, Meirizka meminta Lisa agar menjadi penasihat hukum untuk putranya.
Lisa pun mengatakan kepada Meirizka bahwa ada “hal-hal” yang perlu dibiayai dalam penanganan kasus Ronald Tannur. Meirizka pada akhirnya memberikan uang senilai Rp3,5 miliar secara tunai maupun ditalangi terlebih dahulu oleh Lisa.
Di sisi lain, Lisa juga meminta kepada Zarof Ricar (ZR) agar diperkenalkan kepada seorang pejabat di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya untuk memilih majelis hakim yang akan menyidangkan perkara Ronald Tannur.
Saat ini, kasus suap penanganan perkara ini terus berkembang. Penyidik masih mendalami asal-muasal uang senilai hampir Rp1 triliun yang ditemukan di rumah Zarof Ricar.
Tidak sendirian, Kejagung bekerja sama dengan Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung dalam hal penanganan pelanggaran kode etik hakim-hakim yang terlibat dalam kasus ini.
Penangkapan Tom Lembong
Kejagung telah melakukan penyelidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan importasi gula periode 2015–2023 di Kementerian Perdagangan RI sejak tahun 2023.