Dalam perkara itu, Kemendag diduga melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan impor gula kristal mentah (GKM) yang dimaksud untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP) kepada pihak-pihak yang diduga berwenang.
Setahun kemudian, tepatnya pada 29 Oktober 2024, mantan Menteri Perdagangan periode 2015–2016, Thomas Trikasih Lembong atau yang akrab disapa Tom Lembong, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus impor gula ini.
Selain itu, penyidik Kejagung juga menetapkan CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis pada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) sebagai tersangka.
Kejagung menuturkan bahwa pada 28 Desember 2015, dalam rakor bidang perekonomian yang dihadiri kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, dibahas bahwa Indonesia pada tahun 2016 kekurangan gula kristal putih sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.
Pada November–Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan bawahannya untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.
Pertemuan itu untuk membahas kerja sama impor gula kristal mentah untuk diolah menjadi gula kristal putih.
Baca juga: Kejagung sudah periksa 126 saksi terkait kasus Tom Lembong
Pada Januari 2016, tersangka Tom Lembong menandatangani surat penugasan kepada PT PPI yang pada intinya menugaskan perusahaan tersebut untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk mengolah gula kristal mentah menjadi gula kristal putih sebanyak 300.000 ton.
Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan tersebut. Kejagung mengatakan bahwa seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah gula kristal putih secara langsung dan yang hanya dapat melakukan impor adalah badan usaha milik negara (BUMN), yakni PT PPI.
Akan tetapi, dengan sepengetahuan dan persetujuan tersangka Tom Lembong, persetujuan impor gula kristal mentah itu ditandatangani. Delapan perusahaan yang ditugaskan mengolah gula kristal mentah itu sejatinya juga hanya memiliki izin untuk memproduksi gula rafinasi.
Hasil gula kristal putih yang diproduksi delapan perusahaan tersebut kemudian seolah-olah dibeli oleh PT PPI. Padahal, gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor terafiliasi dengan harga Rp16.000 per kilogram, lebih tinggi dari harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp13.000 per kilogram dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.
Baca juga: Tom Lembong nyatakan terima putusan praperadilan
Dari praktik tersebut, PT PPI mendapatkan upah sebesar Rp105 per kilogram dari delapan perusahaan yang terlibat.
Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut senilai kurang lebih Rp400 miliar, yakni nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik BUMN atau PT PPI.
Adapun penetapan Tom Lembong sebagai tersangka menuai perdebatan di tengah masyarakat. Bahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin ketika rapat bersama Komisi III DPR RI menegaskan bahwa tidak ada maksud politik dalam penetapan Tom sebagai tersangka.
Jaksa Agung mengatakan bahwa penindakan-penindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung hanya memegang aspek yuridis. Menurut dia, penetapan Tom Lembong sebagai tersangka dilakukan secara hati-hati.
Selain itu, tim kuasa hukum Tom Lembong juga tidak tinggal diam. Mereka mengajukan permohonan gugatan praperadilan terkait penetapan kliennya sebagai tersangka.
Usai dilaksanakan beberapa persidangan, pada akhirnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyatakan menolak permohonan tersebut dengan alasan surat perintah penahanan telah diberitahukan pada tersangka dan keluarganya sehingga secara administrasi telah dipenuhi oleh Kejagung.
Dengan demikian, Tom Lembong kini akan kembali menjalani penyidikan, sementara Kejagung masih akan terus mengembangkan penyelidikan kasus ini.
Editor: Achmad Zaenal M