Bengkulu Mukomuko (ANTARA) - Warga di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) membebaskan atau melepaskan lahannya yang sudah bersertifikat dari kawasan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPIB).
Penetapan lahan atau tanah yang bersertifikat dalam kawasan PIPIB membuat warga Kabupaten Mukomuko tidak bisa melakukan pemecahan sertifikatnya.
"Kami sudah mengurus pemecahan sertifikat tanah ke Notaris tetapi tidak bisa karena keterangan dari Notaris sebagian besar tanah kami itu masuk dalam kawasan PIPIB," kata warga Kecamatan Kota Mukomuko, Kabupaten Heriyanto di Mukomuko, Jumat.
Warga di wilayah Kecamatan Kota Mukomuko tersebut membuat sertifikat atas tanahnya itu pada 2014 atau sertifikat itu sudah berumur hampir 11 tahun.
Sedangkan aturan yang mengatur tentang penetapan tanahnya dalam kawasan PIPIB sejak beberapa tahun terakhir, seharusnya aturan yang mengatur tentang penerbitan sertifikat tanahnya tidak berlaku surut.
Terkait dengan hal itu, dia juga sudah menanyakannya ke pihak Kantor BPN Mukomuko dan tanggapannya sama. BPN tetap mengakui legalitas sertifikat yang ada, tetapi mereka tidak berani melakukan perbuatan hukum seperti pemecahan dan pemisahan sertifikat tanah dalam kawasan PIPIB.
Dia menilai, aturan yang mengatur tentang PIPIB tersebut sama saja dengan merampas hak warga untuk mendapatkan hak atas tanah dan melakukan berbagai aktivitas di tanah tersebut.
Menurut dia, seharusnya Pemerintah Pusat melalui KLHK melakukan kajian dan pemetaan terlebih dahulu sebelum mereka menetapkan kawasan PIPIB di daerah ini, jangan masukkan tanah yang sudah bersertifikat dalam kawasan tersebut.
Terhadap aturan itu, pihaknya akan berusaha menyurati KLHK melalui Ditjen Planologi untuk meminta rekomendasi supaya membebaskan atau melepaskan tanahnya yang sudah bersertifikat dari kawasan PIPIB.
Sementara itu, dampak lain dari aturan tersebut, yakni warga setempat terpaksa batal membangun gedung sekolah karena lahannya masuk dalam kawasan PIPIB.