Palangka Raya (Antara Bengkulu) - Penyelenggara Program Pemerintah, Pengurangan Emisi Dari Deforestasi dan Degradasi Hutan di Kalimantan Tengah menilai peran masyarakat adat sangat penting dalam upaya pengawasan dan penyelamatan hutan.
Demikian dikatakan Bambang Irawan, Kepala Operasional Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) saat ditemui Senin. Menurutnya data dan informasi masyarakat adat lebih akurat karena mereka lebih dekat dan faham kondisi hutan dan lingkungannya.
"Kita menggagas program Citizen Journalism atau jurnalisme masyarakat, dalam hal ini kita manfaatkan Aliansi Masyarakat Adat Nasional Kalimantan Tengah," kata dia.
Dalam hal ini, pelaksana REDD+ melatih dan memanfaatkan Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) Kalteng menjadi jurnalis warga.
"Warga yang bermukim disekitar lingkungan yang menjadi proyek percontohan REDD+ diharapkan mampu memberi informasi tentang kondisi hutan dan lingkungan di sekitarnya," kata Bambang.
Lebih luas kata dia, informasi yang diharapkan dari warga diantaranya segala persoalan hutan dan lingkungan, masalah-masalah sosial dan persoalan lainnya yang memiliki keterkaitan dengan problem deforestasi dan degradasi.
"Masyarakat adat ini nantinya akan menyampaikan hasil pantauan mereka kepada penyelenggara REDD+ melalui sistem kelembagaan yang sudah dibangun disejumlah titik pilot project," tegasnya.
Bambang menjelaskan, tahun ini penyelenggaraan REDD+ sedang menjalankan sebanyak 38 program. Keseluruhan program dilaksanakan secara bersamaan. Baik program dari pusat maupun daerah.
"Seluruh program ini saling mendukung demi terwujudnya tujuan REDD+," katanya.
Selain program Citizen Journalism, REDD+ juga menyelenggarakan program pelatihan di 112 sekolah di wilayah Kalteng.
Pelatihan sekolah ini, kata Bambang sangat penting untuk memberi pemahaman kepada masyarakat, khususnya dikalangan pendidikan agar memahami pentingnya penyelamatan lingkungan. Disini para guru dan anak-anak sekolah juga diberi penjelasan tentang kondisi perubahan iklim yang terjadi ahir-ahir ini.
Selanjutnya REDD+ melakukan quick win dengan pemusatan kegiatan-kegiatan ditingkat desa. Sedikitnya sudah ada 38 desa yang mengikuti program ini.
Pelatihan Pemadaman kebakaran berbasis masyarakat juga digagas untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lingkungan. Saat ini terdapat 15 desa yang dipilih menjadi percontohan program ini.
Bambang menambahkan, dari keseluruhan program yang dijalankan REDD+ saat ini, masalaha moratorium hutan menduduki posisi strategis dalam penyelamatan hutan tersebut. Untuk itu pihak REDD+ terus melakukan tekanan dan penguatan terhadap penerapan moratorium, penguatan hukum, review perizinan, pengukuhan kawasan, pembentukan kelembagaan yang efektif serta penyusunan strategi daerah.
Saat ini REDD+ sudah menetapkan tiga kabupaten yang menjadi proyek percontohan, yakni Kabupaten Katingan, Barito Selatan dan Kabupaten Kapuas.
"Pada saatnya nanti, kabupaten juga akan memiliki kewenangan membuat Satgas sendiri di daerah masing-masing," katanya. (Antara)