Jika sanksi FIFA terlalu keras
Selasa, 4 April 2023 11:50 WIB 1085
Lalu muncul persoalan lain ketika Republik Ceko, Polandia dan Swedia yang semuanya anggota Uni Eropa, menolak bertanding melawan Rusia dalam playoff zona Eropa untuk memperebutkan satu dari empat jatah Eropa tersisa untuk Piala Dunia 2022.
FIFA tadinya menghendaki Rusia tetap tampil dalam playoff dengan syarat pertandingan kandang Rusia diadakan di negara netral tanpa penonton.
Namun setelah mendapatkan rekomendasi IOC yang merupakan badan olahraga paling tinggi di dunia, sikap FIFA dan UEFA berubah. Pada 15 Maret 2022 mereka mengeluarkan larangan resmi kepada Rusia.
Peristiwa-peristiwa itu melukiskan perubahan sikap pada badan-badan olahraga global seperti FIFA semenjak era 1990-an di mana mereka tidak lagi terlalu apolitik.
Sikap itu pun tidak ditentukan sepihak, melainkan atas pandangan mayoritas anggota, rekomendasi IOC dan mengacu kepada sikap PBB.
Jadi, pembandingan sikap FIFA terhadap keikutsertaan timnas Israel pada Piala Dunia U20 dengan Rusia pada Piala Dunia 2022, adalah tidak kompatibel.
Mungkin akan lain persoalannya jika Perang Arab-Israel terjadi pada era setelah 1990-an, FIFA mungkin akan mengambil sikap seperti mereka bersikap terhadap Rusia.
Menyamakan situasi saat ini dengan masa lalu juga tidak terlalu bijak, karena keadaan-keadaan masa kini sudah banyak berubah. Apalagi meminta keluar dari FIFA yang beranggotakan 211 negara (asosiasi sepak bola nasional).
Baca juga: Kiper timnas U-20 berharap Indonesia tidak disanksi FIFA
Ada yang juga terlalu emosional membuat forum tandingan. Pada era Perang Dingin akan lebih gampang mendirikan ajang tandingan, tetapi pada era ini sulit sekali dilakukan. Kalaupun ada, ajang itu menjadi lebih menyerupai gerakan solidaritas ketimbang kompetisi olahraga sejati.
Semoga, FIFA tidak menjatuhkan sanksi karena alasan intervensi pemerintah, karena jika jenis sanksi ini yang dijatuhkan, maka bukan saja sepak bola nasional yang terbunuh, tetapi juga menjadi preseden buruk untuk upaya Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia FIFA dan Olimpiade.
Bagi sebagian orang menjadi tuan rumah dua ajang global itu tidak penting, tetapi bagi mereka yang menganggap ajang-ajang akbar olahraga global bertautan dengan posisi nasional manakala skala pengaruh dan postur ekonomi sebuah negara semakin meraksasa, maka menjadi tuan rumah ajang olahraga akbar adalah bagian sangat penting dalam menjadi negara besar.
Indonesia sendiri memiliki visi menjadi negara maju pada 2045. Bloomberg pada 2019 bahkan memprediksi Indonesia menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2030.
Dan tak ada negara besar yang tak ingin memproyeksikan pengaruh dan pencapaiannya di panggung-panggung global, termasuk dengan menjadi tuan rumah Piala Dunia dan Olimpiade.
Namun, sampai Indonesia membuka hubungan diplomatik dengan Israel yang mustahil terjadi kecuali Israel membiarkan Palestina menjadi negara berdaulat dan menyerahkan wilayah-wilayah Palestina yang didudukinya, masyarakat negeri ini tampaknya mesti menyimpan dalam-dalam mimpi menjadi tuan rumah turnamen FIFA dan Olimpiade.