Semarang (ANTARA) - Jangan sampai masalah korupsi di Indonesia menjadi kebiasaan yang terus berulang. Bahkan, menjadi suatu kebiasaan yang terhormat di mata orang yang tidak beretika dan moral yang tidak jelas atau bisa dikatakan tidak ada.
Di balik kejahatan korupsi selebihnya seperti ada perlombaan mencari peluang penyalahgunaan kewenangan. Penegak hukum terkesan dapat mengatur kondisi-kondisi penegakan hukum dengan mengorbankan cita-cita hukum.
Peristiwa kejahatan hukum seperti korupsi sering kali menjadi objek mafia hukum serta mafia peradilan yang ujung-ujungnya penegak hukum tidak mampu melawan komplotan penjahat yang bernama koruptor.
Oleh karena itu, Prof. Dr. Faisal Santiago, S.H., M.M. dalam bukunya Monograf Pembaruan Hukum: Narasi Epistemik Perwujudan Tatanan Hukum Nasional yang Responsif memandang perlu mengkaji ulang pembahasan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dalam bab khusus (hlm. 131).
Bab khusus itu diberi judul Mengkaji Ulang Urgensi Pembahasan RUU KUHAP terhadap Upaya Penegakan Hukum dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia.
Penekanan bab ini bahwa KUHAP berkualitaslah yang akan mengantar Indonesia menjadi negara yang bersih dan jujur dalam kehidupannya.
Buku ini berisi tulisan-tulisan mengenai dinamika hukum di Indonesia, terutama dikaitkan dengan upaya pembaruan hukum dan perwujudan tata hukum nasional yang responsif terhadap perkembangan zaman dan kebutuhan berhukum yang ada di tengah masyarakat.
Dalam sambutannya, Prof. Dr. Zudan Arif Fakrulloh, S.H., M.H. menilai buku ini sangat menarik dan bermanfaat, tidak hanya bagi para mahasiswa dan pembaca, tetapi juga bagi aparat penegak hukum dan penyelenggara pemerintahan.
Mengapa demikian? Karena penulis dalam buku ini menawarkan berbagai pemikiran yang dilandasi asas teori dan norma-norma hukum yang berlaku secara komprehensif. Rekonseptualisasi sekaligus rekonstruksi terhadap beberapa pemikiran yang sudah ada sebelumnya merupakan keunggulan dari buku ini, yang menurut Prof. Zudan Arif, memberi nuansa kebaruan terhadap khazanah hukum Indonesia.
Prof. Zudan Arif menilai buku ini substansinya menarik dan terkini, serta cara pandang baru dalam memahami berbagai persoalan hukum yang terus berkembang.
Diakui pula bahwa Prof. Faisal yang juga Direktur Program Pascasarjana Universitas Borobudur Jakarta banyak membantunya ketika sebagai Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada Kementerian Dalam Negeri.
Tradisi perguruan tinggi
Di sisi lain, Prof. Zudan Arif mengemukakan bahwa menulis dan memublikasikan pemikiran ilmiah secara luas belumlah menjadi tradisi yang kuat di perguruan tinggi.
Oleh karena itu, tradisi ini harus dibangun bersama secara terus-menerus melalui berbagai dialog, diskusi, seminar, penelitian, dan pengkajian agar budaya ilmiah dapat terwujud di perguruan tinggi.
Buku Prof. Faisal juga dapat menjadi bacaan penting bagi para pembaca yang bergelut dan mencintai ilmu hukum, untuk lebih memahami berbagai hal dalam wacana pembaruan hukum dalam rangka menggapai tujuan negara yang dicitakan bersama.
Hal ini mengingat banyaknya kasus hukum yang melanda Indonesia belakangan ini seperti suatu bentuk pembuktian tidak berlaku dan berjalannya sistem hukum di Indonesia.
Korupsi dan mafia hukum adalah dua kata yang populer diperbincangkan dalam masyarakat belakangan ini. Betapa mudahnya hukum dipermainkan, betapa mudahnya aparat (oknum) penegak hukum dipermainkan oleh pelaku kejahatan hukum (mafia hukum). Bahkan, sering terlontar kalimat bahwa hukum dapat diperjualbelikan.
Buku karya Prof. Faisal Santiago yang diterbitkan pada bulan Mei 2023 oleh Prenada itu merupakan kumpulan tulisan yang dipublikasi melalui jurnal maupun sejumlah media.
Karena merupakan bunga rampai, ada bab terdapat catatan kaki seperti Bab 1 Hukum Responsif dalam Kerangka Pembaruan Hukum Nasional (hlm. 1). Namun, ada pula yang mencantumkan daftar pustaka dan catatan kaki pada Bab 12 Pemberdayaan Ormas sebagai Alat Integrasi NKRI (hlm. 145).
Ketika ditanyakan mengenai hal itu, Prof. Faisal menjelaskan bahwa buku ini merupakan kumpulan beberapa tulisan yang di-publish di jurnal dan beberapa media. Buku ini terdiri atas 40 tulisannya.
"Jadi, untuk standar jurnal harus ada daftar pustakanya, sedangkan yang tidak ada daftar pustaka adalah yang di-publish," kata Prof. Faisal yang juga Ketua Program Doktor Hukum Universitas Borobudur.
Ia melanjutkan, "Bab 1 dan Bab 2 adalah tulisan terbaru yang belum di-publish di mana pun sehingga saya masukkan dalam buku monograf. Akan tetapi, sumber yang dikutip tetap ada, saya masukkan dalam catatan kaki. Secara norma akademik tidak melanggar."
Rektor Universitas Borobudur Jakarta Prof. Ir. H. Bambang Bernanthos, M.Sc. berharap buku ber-ISBN 978-602-383-158-6 dengan tebal xvi + 262 halaman ini makin melengkapi koleksi pustaka Universitas Borobudur yang mengedepankan kultur dan kualitas akademik yang selaras dengan perkembangan zaman.
Dalam perkembangannya, kata Prof. Bambang Bernanthos, Indonesia mengalami banyak fase kehidupan, terutama fase bernegara.
Saat ini, telah 25 tahun Indonesia memasuki era Reformasi yang merupakan klimaks dari tuntutan masyarakat Indonesia dalam mewujudkan tujuan negara dan cita hukum nasional, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di samping itu, masyarakat juga menuntut adanya sistem dan tatanan hukum yang mengedepankan asas equality before the law (kesamaan di depan hukum) sebagai cerminan konklusivitas dari Pancasila sebagai sumber dari segala tertib hukum yang harus diwujudkan.
Upaya pembangunan sistem dan tatanan hukum di Indonesia hingga saat ini, kata Prof. Bambang, sebenarnya senantiasa dilakukan oleh seluruh pemangku kepentingan terkait dengan cara memperbaiki, mengganti, atau menyempurnakan tatanan yang ada.
Buku ini merupakan buku ke-16 penulis, melengkapi pustaka penulis yang telah beredar luas di tengah-tengah masyarakat, khususnya para pegiat hukum.
Jangan sampai masalah korupsi di Tanah Air menjadi kebiasaan
Selasa, 23 Mei 2023 9:22 WIB 839