Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memaparkan sejumlah rekomendasi terkait kasus perundungan (bullying) yang menimpa K, seorang siswi kelas 12 di SMAN 9 Kota Bengkulu yang menderita penyakit autoimun.
"Kasus perundungan yang dialami siswi autoimun adalah salah satu bentuk kekerasan yang merupakan pelanggaran dalam Pasal 54 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) FSGI Heru Purnomo dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Baca juga: FSGI dorong Disdik Bengkulu beri perlindungan siswi korban perundungan
Heru mengatakan kasus perundungan tersebut, juga merupakan pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Dia menegaskan perundungan secara verbal tidak boleh dianggap sepele dan harus segera ditangani. Oleh karena itu, FSGI memaparkan sejumlah hal sebagai rekomendasi.
Pertama, kata dia, FSGI mendorong Dinas Pendidikan (Disdik) Provinsi Bengkulu untuk melakukan pemeriksaan atau BAP terhadap para guru terduga pelaku dan kepala sekolah sesuai dengan PP No. 94/2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS), karena adanya pelanggaran terhadap Permendikbud 82/2015 dan pasal 54 UU Perlindungan Anak.
Baca juga: Pelaku penganiaya guru SMA di Rejang Lebong menyerahkan diri
Kedua, sambungnya, FSGI mendorong Disdik Provinsi Bengkulu untuk mengambil tindakan memutasi secara periodik para guru di SMAN dan SMKN, selama lima sampai sepuluh tahun.
"Karena, jika guru terlalu lama berdinas di suatu sekolah akan berpotensi terjadi senioritas yang berdampak pada reaksi kuasa yang kuat," tuturnya.
Ketiga, kata dia, FSGI mendorong Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Bengkulu untuk melakukan pendampingan dan pemulihan kondisi psikologis korban.
Terakhir, FSGI mendorong Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk dapat turun ke lapangan dan melakukan penuntasan penanganan kasus tersebut bersama Disdik dan Inspektorat Provinsi Bengkulu.
Senada dengan hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) terus melakukan edukasi kepada anak, orang tua, maupun guru, tentang bahaya perundungan sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perundungan di kalangan pelajar.
"Kementerian PPPA terus mendorong agar semua pihak melakukan pencegahan terjadinya bullying melalui upaya edukasi kepada anak, orang tua, dan guru, tentang bahaya bullying," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA, Nahar (3/8)
Kementerian PPPA, lanjutnya, juga mengevaluasi kembali faktor-faktor yang mungkin menyebabkan anak menjadi korban atau pelaku perundungan, seperti komunikasi dan pola asuh orang tua, hubungan, dan pengaruh teman sebaya.
Update Berita Antara Bengkulu Lainnya di Google News