"Dengan adanya teknologi ada kesetaraan dalam mengakses sumber daya. Memandang kesetaraan gender itu lelaki menebang, membabat hutan perempuan juga, atau lelaki melaut perempuan juga melaut, bukan seperti itu cara dan sudut pandangnya," kata Rohidin Mersyah di Bengkulu, Rabu.
Baca juga: Peringatan DKP Bengkulu: Ubur-ubur beracun muncul di Pantai Panjang, waspada!
Baca juga: Peringatan DKP Bengkulu: Ubur-ubur beracun muncul di Pantai Panjang, waspada!
Menurut dia laki-laki dan perempuan dikatakan setara dalam mengakses sumber daya alam ketika mereka memiliki kesempatan yang sama memanfaatkan sumber daya bukan cara yang sama.
Contohnya kata dia, kaum laki-laki memanfaatkan hutan dengan mengambil hasil hutan, atau memanfaatkan laut dengan melaut yang hal-hal tersebut pekerjaan maskulin. Sedangkan, perempuan dapat memanfaatkan sumber daya alam dengan mengolah dan hal itu membutuhkan dukungan teknologi.
Baca juga: OJK Bengkulu dukung literasi keuangan nasional edukasi 4.780 orang
Baca juga: OJK Bengkulu dukung literasi keuangan nasional edukasi 4.780 orang
"Misalnya bapak-bapak melaut, ibu-ibu memanfaatkan hasil laut dengan membuat olahan dari ikan misalnya. Begitu juga hutan, ibu-ibu dapat mengelola hutan menjadi ekowisata yang bernilai, industri turunan (dari produk SDA hutan), malah ini tidak merusak hutan," ucapnya.
Dengan itu, lanjut Rohidin akan terjadi kesetaraan baik bagi kaum perempuan maupun laki-laki dalam mengakses sumber daya alam. Hal itu pula dapat mengakhiri ketimpangan ekonomi dan gender.
"Oleh karena itu mari sama-sama kita membuat menciptakan teknologi-teknologi yang memang ramah untuk perempuan, juga kebijakan yang ramah perempuan," ujarnya.
Baca juga: Pengguna QRIS di Bengkulu tumbuh 38 persen dengan menyasar anak muda
Baca juga: Pengguna QRIS di Bengkulu tumbuh 38 persen dengan menyasar anak muda
Sebelumnya, Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah juga telah menyatakan perempuan dan anak-anak muda menjadi dua kelompok yang mampu menjaga kerusakan dan deforestasi hutan di provinsi berjuluk Bumi Raflesia itu.
Berbeda dengan kaum laki-laki, menurut Rohidin sudut pandang laki-laki dalam menghasilkan nilai ekonomi dari hutan malah dengan menebang pohon atau deforestasi yang akhirnya merusak wilayah hutan.
"Kelompok perempuan melihat (buah-buahan atau hasil hutan lainnya), bisa dimanfaatkan menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi, tapi tidak menebang hutannya," ujarnya.