Di satu sisi, hal itu menguntungkan ANTARA karena ia dianggap sebagai pihak yang netral dalam berbagai kesempatan. Namun di saat yang sama menjadi kurang menguntungkan jika ditilik dari sisi kelembagaan.
Sehingga salah satu persoalan utama yang harus dijawab saat ini adalah bagaimana ANTARA dapat mempertahankan posisi uniknya sebagai kantor berita nasional di tengah persaingan media global yang semakin ketat.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu memahami bahwa peran ANTARA bukan sekadar sebagai penyedia berita. ANTARA harus diposisikan sebagai lembaga strategis yang bertugas memitigasi dampak disinformasi dan menyatukan narasi kebangsaan di era post-truth. Untuk itu, kebijakan yang mendukung revitalisasi peran dan fungsi ANTARA perlu dirumuskan secara visioner.
Baca juga: LKBN ANTARA-Montsame buka peluang kerja sama pemberitaan
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah memperkuat infrastruktur digital Antara. Misalnya Pemerintah dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) perlu menjadikan ANTARA sebagai laboratorium pengembangan teknologi informasi media.
Hal ini mencakup investasi dalam teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk menganalisis tren berita, memperluas jaringan satelit untuk distribusi informasi ke daerah terpencil, dan membangun aplikasi berita interaktif yang mudah diakses. Dengan demikian, ANTARA dapat bersaing secara teknologi dengan kantor berita internasional.
ANTARA juga harus mampu memanfaatkan data besar (big data) untuk memahami kebutuhan audiensnya secara lebih spesifik. Dengan menggunakan analisis data, ANTARA dapat mengidentifikasi preferensi informasi masyarakat, sehingga konten yang dihasilkan lebih relevan dan menarik.
Misalnya, berita yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup atau pengembangan desa-desa adat mungkin lebih menarik bagi masyarakat tertentu dibandingkan berita ekonomi makro. Dengan pendekatan ini, ANTARA dapat menjadi lebih inklusif dan dekat dengan masyarakat.
Baca juga: LKBN ANTARA Biro Lampung gelar donor darah peringati HUT ke-87
ANTARA juga harus menjadi agen diplomasi publik Indonesia. Dalam konteks geopolitik yang semakin kompleks, peran kantor berita nasional tidak hanya sebagai penyedia informasi, tetapi juga sebagai alat diplomasi lunak (soft power).
Di sisi lain, ANTARA harus mampu memproduksi konten berita dalam berbagai bahasa asing yang dapat menjelaskan posisi Indonesia dalam isu-isu global seperti perubahan iklim, kerja sama ASEAN, dan konflik Laut Tiongkok Selatan.
Ini dapat meningkatkan pengaruh Indonesia di tingkat internasional dan memperbaiki citra bangsa di mata dunia.
Sementara itu, reformasi kelembagaan harus dilakukan untuk memastikan ANTARA tetap independen dan profesional.