Kota Bengkulu (ANTARA) - Kementerian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Satu Bengkulu optimistis kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tidak akan berdampak signifikan terhadap daya beli masyarakat maupun inflasi.
Kepala KPP Pratama Satu Bengkulu, Resti Magdalena Sinaga, menjelaskan bahwa berdasarkan hitungan pemerintah, inflasi tetap berada dalam kendali meskipun terjadi penyesuaian PPN.
"Berdasarkan hitungan pemerintah, inflasi saat ini berada pada angka terendah 1,6 persen. Dengan kenaikan PPN dari 11 persen menjadi 12 persen, diperkirakan hanya akan menambah inflasi sebesar 0,2 persen. Pemerintah akan tetap menjaga inflasi sesuai target APBN 2025, yaitu di kisaran 1,5 hingga 3,5 persen," ungkap Resti di Kantor Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Bengkulu, Selasa.
Resti juga menegaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen ini mengacu pada pengalaman sebelumnya, ketika PPN dinaikkan dari 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022. Saat itu, dampaknya terhadap inflasi terbukti tidak signifikan.
"Kenaikan inflasi pada 2022 lebih dipengaruhi oleh tekanan harga global dan kebijakan penyesuaian harga BBM, bukan karena kenaikan PPN," tambahnya.
Kenaikan PPN ini diperkirakan hanya menambah harga barang sebesar 0,9 persen bagi konsumen. Dengan skema kenaikan bertahap sejak 2022 hingga 2025, Resti meyakini daya beli masyarakat tidak akan tertekan secara signifikan.
Selain itu, pemerintah pusat telah menyiapkan berbagai paket insentif ekonomi untuk mendukung masyarakat kurang mampu. Di antaranya adalah bantuan pangan untuk 16 juta keluarga dan program kesejahteraan lainnya, yang bertujuan menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong daya beli masyarakat.
Langkah pemerintah ini menunjukkan komitmen untuk menjaga keseimbangan antara penerimaan negara dan perlindungan terhadap kesejahteraan rakyat.