Mukomuko (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) menunda pembangunan tujuh ruas jalan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) tahun 2025 senilai Rp51 miliar. Penundaan ini merupakan dampak dari Instruksi Presiden tentang efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mukomuko, Apriansyah, di Mukomuko, Senin, mengatakan bahwa DAK jalan untuk Mukomuko tahun 2025 sebesar Rp51 miliar kini menjadi nol akibat kebijakan efisiensi anggaran.
"Yang pasti, DAK untuk pembangunan tujuh ruas jalan tahun ini sebesar Rp51 miliar, kini menjadi nol," ujarnya.
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi anggaran, baik yang bersumber dari APBN maupun APBD, menjadi dasar penundaan proyek ini. Kebijakan tersebut kemudian diperkuat dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 29 Tahun 2025 yang mengatur rincian transfer dana ke daerah.
Dampak bagi Konektivitas dan Ekonomi Warga
Apriansyah menjelaskan bahwa pembangunan tujuh ruas jalan kabupaten dirancang dalam dua skema untuk meningkatkan konektivitas jalan layanan dasar. Skema pertama memprioritaskan pembangunan jalan di wilayah yang belum tersentuh, dengan fokus utama pada ruas jalan di Kecamatan Air Rami dan Air Bikuk, yang dianggarkan sebesar Rp29 miliar.
Skema kedua mencakup pembangunan ruas jalan tematik akuatik perikanan, dengan sasaran ruas Gang Becek, Satuan Pemukiman (SP) X, dan Pantai Indah Mukomuko, yang direncanakan menelan biaya Rp21 miliar.
Penundaan proyek ini dinilai berdampak signifikan terhadap perekonomian masyarakat. Menurut Apriansyah, kondisi infrastruktur jalan yang buruk menyebabkan tingginya biaya logistik, terutama bagi petani kelapa sawit.
"Ketiadaan jalan yang mulus membuat mereka harus mengeluarkan biaya besar untuk transportasi hasil panen dan sarana produksi seperti pupuk," ungkapnya.
Ia mencontohkan, jika jalan dibangun, biaya logistik yang semula mencapai Rp500 per kilogram dapat berkurang menjadi Rp200 per kilogram, sehingga masyarakat bisa mendapatkan tambahan pendapatan Rp300 per kilogram.
Selain itu, penundaan pembangunan juga berdampak pada tenaga kerja konstruksi di Mukomuko yang kehilangan pekerjaan akibat proyek infrastruktur yang tidak berjalan.
Apriansyah berharap kebijakan ini tidak berkepanjangan dan pembangunan infrastruktur di Mukomuko dapat kembali berjalan demi mendukung pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.