Jakarta (ANTARA) - Psikolog Klinis Nena Mawar Sari mengingatkan risiko psikologis terlalu sering mencari dukungan emosional atau curhat dengan perangkat kecerdasan buatan atau AI lantaran respons yang dihasilkan tidak mengandung sisi kemanusiaan.
“Curhat dengan AI itu kan gambaran atau pantulan dari kode atau clue yang kita berikan. Tentu hasil atau feedback yang diberikan tidak ada unsur-unsur humanisnya,” kata Psikolog Klinis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wangaya Kota Denpasar, Bali, kepada ANTARA melalui pesan suara, Jumat.
Menurut Nena, umumnya seseorang yang sedang curhat membutuhkan tanggapan balik atau feedback yang konstan antara satu dengan yang lain. Namun, ketika curhat dilakukan kepada AI dengan respons yang diberikan tidak mengandung unsur humanis, berisiko menimbulkan salah interpretasi dan membuat pengguna kehilangan arah emosional.
“AI itu sifatnya memberikan pantulan dari apa yang kita butuhkan dan memvalidasi perasaan kita, takutnya ketika momen orang sedang depresi atau yang sedang impulsif itu dijadikan sebagai suatu acuan yang baku atau realistis, dikhawatirkan salah interpretasi, dan tidak ada sentuhan humanistiknya itu menyebabkan 'beberapa kejadian-kejadian yang tidak diinginkan',” ujar Nena.
Nena mengatakan tanda bahwa seseorang sudah terlalu bergantung secara emosional dengan AI, salah satunya tidak lagi mau melakukan relasi dengan manusia lainnya hingga menghabiskan banyak waktu dengan ponselnya.
