Bengkulu (Antara) - Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu menggelar uji publik Rancangan Peraturan Daerah tentang Semua Mesti Sekolah atau "SMS" di salah satu hotel di Kota Bengkulu, Senin.
"Uji publik untuk mendapat masukan, tanggapan dan saran dari para undangan yang berkepentingan dalam dunia pendidikan," kata Wakil Ketua Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu Sefty Yuslinah kepada wartawan, Senin.
Ia mengatakan peserta uji publik, selain pejabat Dinas Pendidikan provinsi dan kabupaten/kota, juga diikuti para akademisi, tokoh masyarakat dan pegawai Kementerian Hukum dan HAM.
Raperda tentang SMS merupakan kebijakan inisiatif Komisi IV DPRD Provinsi Bengkulu.
Sefty mengatakan, salah satu faktor yang melatarbelakangi penyusunan Raperda tersebut adalah untuk memastikan seluruh generasi muda Bengkulu menikmati dunia pendidikan.
"Terutama bagi keluarga yang tidak mampu, pemerintah wajib memfasilitasi mereka untuk menikmati dunia pendidikan," katanya.
Dengan peraturan daerah yang direncanakan akan disahkan dalam waktu dekat tersebut, pendidikan menjadi hak bagi seluruh anak-anak di Bengkulu.
Setelah uji publik tersebut kata dia, akan dibentuk tim perumus yang salah satu materi bahasannya adalah pendanaan dari APBD provinsi dan kabupaten/kota.
"Dari sisi anggaran baru berlaku efektif pada 2014 dengan mengalokasikan dana dari APBD provinsi untuk para siswa miskin," katanya.
Sementara Kepala Dinas Pendidikan Nasional Provinsi Bengkulu Syafrudin AB mengatakan Raperda yang merupakan inisiatif DPRD tersebut diharapkan semakin memajukan dunia pendidikan.
"Pemerintah sudah meluncurkan program pendidikan menengah universal yaitu wajib belajar 12 tahun," katanya.
Dengan program tersebut, Pemerintah Provinsi Bengkulu juga sudah mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membangun sarana prasarana bidang pendidikan.
Tentang angka partisipasi sekolah, Syafrudin mengatakan untuk tingkat pendidikan usia dini masih berkisar 30 persen.
Sedangkan tingkat SD sebesar 97,2 persen, SMP sederajat sebesar 93 persen, sedangkan SMA sederajat baru 78 persen.
Faktor utama rendahnya partisipasi pelajar usia 16 hingga 18 tahun atau SMA sederajat menurutnya beragam, mulai dari keterbatasan sarana prasarana yaitu jarak sekolah yang jauh dari permukiman.
"Termasuk juga lingkungan atau kultur dan ketersediaan lapangan pekerjaan, dimana mereka memilih bekerja di kebun karet atau sawit daripada sekolah," tambahnya.
Selain itu, alasan ekonomi menurutnya juga menjadi penyebab rendahnya angka partisipasi murni pelajar tingkat SMA sederajat.
Dengan Raperda tentang SMS tersebut maka otomatis pembangunan sarana prasarana seperti pembangunan unit sekolah baru wajib menjadi perhatian pemerintah daerah.