Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan bahwa jajanan yang dikemas dalam bentuk menarik, belum tentu bisa memenuhi kebutuhan gizi anak-anak.
“Kita terjebak dalam satu isu makanan yang menarik, tapi tidak memenuhi gizi seimbang atau mikronutrien yang diperlukan anak. Saya lihat, makanan-makanan (seperti junk food) itu yang mengaku mengandung protein hewani harganya agak mahal,” katanya saat ditemui ANTARA di Jakarta, Rabu.
Ia menyatakan banyak terjadi kesalahpahaman dalam pola makan keluarga di Indonesia. Salah satunya adalah anggapan untuk memberikan makanan yang diinginkan anak seperti es teh, supaya anak tidak menangis dan rewel.
Baca juga: Kepala BKKBN anjurkan konsumsi telur untuk cegah stunting pada anak
Dikemukakannya bahwa terdapat anggapan bahwa anak akan berhenti menangis jika diberikan minuman manis. Sayangnya, hal tersebut justru bisa menghilangkan nafsu makan dan mikronutrien yang dibutuhkan anak.
Selain dari segi rasa, kata dia, tampilan yang lebih menarik seperti makanan siap saji maupun jajanan di sekolah seperti ciki berasap nitrogen (ciki ngebul) dan cilok, justru perlu diperhatikan karena kandungan di dalamnya.
Menurut dia beberapa jajanan tersebut mengaku diolah menggunakan daging atau ikan. Namun tidak menutup kemungkinan jika kandungan karbohidratnya lebih tinggi. Kemudian terkait makanan pendampingnya, jika orang tua memberikan mi belum tentu didampingi oleh telur.
Dengan demikian, dibutuhkan kesadaran bersama baik orang tua dan penjual jajanan supaya lebih mementingkan asupan gizi anak. Kepada orang tua, Hasto berharap dapat memiliki kesadaran diri untuk memberikan makanan melalui cara yang menyenangkan dengan memanfaatkan pangan lokal dibanding membeli makanan instan di toko.
“Kalau semua orang begitu bagaimana nasib yang tinggal di pegunungan atau pedalaman? Semua stunting kalau harus membeli itu yang ada di toko. Kita sebetulnya harus back to basic, back to local untuk makanan kita itu penting sekali,” ujarnya.
Baca juga: Ibu hamil derita HIV/AIDS berisiko lahirkan anak stunting
Hal tersebut senada dengan pesan Presiden Joko Widodo untuk lebih memanfaatkan produk lokal dan protein hewani seperti daging ayam, ikan dan telur.
Kemudian terkait dengan pola asuh, ia menyarankan kepada seluruh calon orang tua untuk tidak belajar mengasuh ketika sudah memiliki anak. Pengetahuan dasar menjadi hal yang sangat penting karena akan mempengaruhi tumbuh kembang anak di masa depan.
Mempersiapkan kehamilan yang sehat juga harus diperhatikan agar anak tidak menjadi stunting sejak dalam kandungan. Sebab mengasuh anak membutuhkan sebuah kedewasaan dan kesiapan dalam menerima kehadiran manusia lain di tengah keluarga.
BKKBN sendiri, sudah menyiapkan Kelas Orang Tua Hebat yang bisa dijadikan sebagai wadah orang tua untuk belajar mendalami cara-cara memberikan pola pengasuhan yang baik bagi anak di dalam keluarga, yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
“Konsep bahwa memberikan asuhan pada anak menggembirakan itu jadi penting dan parenting memang penting untuk dipelajari pasangan usia subur. Saran saya, jangan learning by doing, jangan belajar sambil punya anak,” demikian Hasto Wardoyo.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kepala BKKBN: Jajanan menarik belum tentu penuhi gizi anak