Jakarta (Antara) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendesak Presiden Joko Widodo untuk memastikan Mary Jane Fiesta Veloso mendapatkan seluruh bantuan hukum yang diperlukan untuk membuktikan dirinya tidak bersalah setelah ada perkembangan baru di Filipina.
"Fakta persidangan menunjukkan dia selalu konsisten menyatakan dirinya disuruh seseorang dan tidak tahu tentang narkoba yang ditemukan di tasnya," kata Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta melalui siaran pers diterima di Jakarta, Kamis.
Febi mengatakan pernyataan itu seharusnya bisa dielaborasi lebih lanjut. Apalagi, di Filipina, perekrut Mary Jane telah menyerahkan diri.
Menurut Febi, LBH menyayangkan Kepolisian yang tidak memberikan bantuan hukum saat berita acara pemeriksaan dan tidak didampingi penerjemah bahasa Tagalog saat pemeriksaan dan sidang pengadilan.
"Pemberian bantuan hukum dan penerjemah diatur Pasal 56 dan Pasal 51 juncto Pasal 177 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kealpaan itu akhirnya menghasilkan akibat yang tidak adil," tuturnya.
Ketidakadilan yang diterima Mary Jane adalah dia tidak dapat memberikan pembelaan secara maksimal dan akhirnya berdampak pada pidana mati yang hampir merenggut nyawanya bila pelaku di Filipina tidak menyerahkan diri.
"Kasus Mary Jane menambah kenyataan bahwa orang miskin selalu sulit untuk mengakses bantuan hukum dan hak tersangka/terdakwa yang miskin seringkali diabaikan oleh aparat penegak hukum," katanya.
Terkait eksekusi mati yang telah dilakukan kepada para terpidana narkoba pada Rabu (29/4) dini hari, LBH menyatakan keprihatinan dan mendesak pemerintah untuk memberikan perhatian khusus terhadap kasus Mary Jane.
"Sebagai lembaga yang memakai prinsip Hak Asasi Manusia, LBH Jakarta memandang bahwa hak atas hidup setiap orang tidak boleh direnggut oleh siapapun, termasuk negara," ujarnya. ***2***