Jakarta (ANTARA) - Laga semifinal antara Pantai Gading dan Republik Demokrasi Kongo di Stadion Olimpiade Ebimpe, Abidjan, Pantai Gading, Kamis dini hari pukul 03.00 WIB ini, mungkin menjadi pertemuan antara dua tim yang berjalan paling tertatih-tatih sebelum mencapai semifinal Piala Afrika 2023.
Tuan rumah Pantai Gading nyaris tersingkir dari perhelatan ini setelah hanya mengumpulkan tiga poin selama fase grup akibat menelan dua kekalahan, termasuk dibantai 0-4 oleh Guinea Ekuatorial.
Mereka lolos ke babak gugur dengan menyandang status peringkat ketiga terbaik.
Juara Afrika pada 1992 dan 2015 ini nyaris dihentikan Mesir dalam babak 16 besar, sebelum bangkit menunjukkan diri sebagai salah satu raksasa sepak bola Afrika dengan menundukkan Guinea dalam babak perempatfinal.
Baca juga: Semifinal Piala Afrika, Nigeria lebih mungkin menang ketimbang Afsel
Pantai Gading mengalami revitalisasi setelah menjelang babak knockout, mengganti pelatihnya, Jean-Louis Gasset, dengan Emerse Fae yang mantan pemain timnas negara itu.
Fae berhasil memulihkan semangat dan energi tempur Pantai Gading, yang membuat tuan rumah berubah semakin kuat dibandingkan dengan sebelumnya.
Energi mereka mungkin telah terkuras banyak setelah dipaksa bertanding selama 120 menit dalam dua pertandingan terakhir, melawan Senegal dalam babak 16 besar dan Mali pada perempatfinal.
Namun, sejak dinakhodai Emerse Fae, ditambah dukungan penonton sendiri, Pantai Gading terlihat semakin bernafsu dan tak mau kehilangan momentum.
Dengan semangat dan tekad yang bertambah kuat ini, Si Gajah justru kian percaya diri menjadikan Kongo sebagai lawan yang membuktikan mereka bertambah bagus.
Baca juga: Mesir pecat pelatih setelah penampilan mengecewakan di Piala Afrika
Kongo sendiri tak terlalu meyakinkan pada awal kompetisi ini, namun perlahan bangkit menemukan kekuatannya, dan juga kepercayaan dirinya.
Walau meraih tiket fase gugur sebagai runner up grup, mereka juga hanya berbekal tiga poin, yang diperolehnya dari tiga hasil seri.
Namun, tim yang dilatih Sebastien Desabre itu sudah sekeras mungkin berusaha merawat momentum dan kesempatan masuk lagi babak final turnamen ini, setelah terakhir kali melakukannya pada 2015 ketika mereka finis pada peringkat ketiga.
Kongo juga pernah dua kali mengangkat trofi juara Piala Afrika pada 1968 dan 1974, ketika sepak bola Afrika belum secanggih seperti sekarang.
Kedua tim sudah sering bertemu dalam putaran final Piala Afrika, persinya lima kali.
Dalam lima pertemuan itu, Pantai Gading menang dua kali, Kongo sekali menang, sedangkan dua laga berakhir imbang.
Kebanyakan pertemuan itu terjadi pada fase grup. Hanya pada Piala Afrika 2015 di Guinea Ekuatorial, mereka bertemu dalam fase gugur, yang juga babak semifinal, ketika Pantai Gading menang 3-1.
Baca juga: Nigeria dan RD Kongo berhasil lolos ke semifinal Piala Afrika
Kini, Pantai Gading bisa menjadi tim pertama yang mencapai final Piala Afrika setelah kalah dengan menelan minimal empat gol pada satu pertandingan.
Sebelum ini, tim terakhir yang bisa mencapai final setelah dipermalukan dengan selisih empat gol adalah Nigeria pada 1990.
Saat itu Nigeria dibantai Aljazair 1-5 pada fase grup. Kedua tim bertemu lagi dalam partai final, dan Aljazair kembali menang, skornya 1-0.
Sebaliknya, jika Kongo yang masuk final, mereka akan mengakhiri penantian final paling lama dalam sejarah Piala Afrika.
Tim terakhir yang mesti menanti lama sebelum bisa mengulangi sukses mencapai final Piala Afrika adalah Tunisia yang masuk final lagi pada 1996 setelah menunggu sejak 1965. Terakhir Kongo mencapai final pada 1974.
Pantai Gading diunggulkan
Sekalipun masing-masing memanggul misi bersejarah yang membuat kedua tim yakin menang, kemungkinan tak ada perubahan besar dalam bagaimana Emerse Fae dan Sebastien Desabre memasang formasi bermain untuk tim-timnya.