Kota Bengkulu (ANTARA) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu menunda penetapan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 untuk calon wali kota dan wakil wali kota Bengkulu.
Penundaan tersebut dilakukan sebab, KPU Kota Bengkulu masih menunggu Buku Registrasi Perkara Konstitusi (BRPK) dari Mahkamah Konstitusi, karena dokumen tersebut menjadi dasar untuk melanjutkan tahapan penetapan Wali Kota dan Wakil Wali Kota terpilih.
"Jika tidak ada perkara yang berlanjut, penetapan hasil Pilkada wajib dilakukan paling lambat tiga hari setelah BRPK diterima oleh KPU," kata Ketua KPU Kota Bengkulu Rayendra Firasad di Bengkulu, Kamis.
Baca juga: KPU Bengkulu: Proses politik pemilihan gubernur 2024 telah rampung
Ia menyebutkan bahwa meskipun pasangan calon wali kota dan wakil wali Kota Bengkulu nomor urut 3 Dedy Ermansyah dan Nuragiyanti Permatasari (Agi) telah mencabut gugatannya di MK terkait hasil Pilkada Bengkulu 2024, namun hingga saat Mahkamah Konstitusi belum menerbitkan surat keterangan resmi yang menyatakan perkara tersebut selesai secara hukum.
Namun, jika masih ada perkara yang berjalan di MK, maka tahapan penetapan harus menunggu hingga proses hukum selesai, termasuk putusan dismissal dari MK.
Rayendra menjelaskan bahwa ada kemungkinan terkait penetapan hasil pilkada tidak serentak dengan daerah lain sangat terbuka, mengingat adanya perbedaan status perkara di setiap wilayah.
"Kata kuncinya adalah ada atau tidaknya perkara di MK. Jika selesai, proses penetapan bisa dipastikan berlangsung serentak," sebut dia.
Baca juga: Helmi Hasan-Mian menang Pilgub Bengkulu
Sebelumnya, pasangan calon nomor urut 3, Dedy Ermansyah dan Nuragiyanti Dewi Permatasari yang telah mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi pada 6 Desember 2024 dengan pihak terkait sebagai Termohon, yaitu KPU Kota Bengkulu.
"Permohonan ini diajukan untuk membatalkan atau mendiskualifikasi pasangan calon Wali Kota Bengkulu nomor urut 5, Dedy Wahyudi dan Ronny Tobing, yang diduga terlibat dalam praktek politik uang dan penyalahgunaan aparatur negara," terang kuasa hukum pasangan calon nomor urut 3 Zetriansyah.
Pemohon menilai terdapat indikasi pelanggaran serius, termasuk pengerahan ASN, Kepala Dinas, Camat, Lurah, RT, dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mendukung kemenangan pasangan calon petahana tersebut.