Mukomuko (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu siap menggelar operasi pasar terkait melonjak harga cabai, termasuk menstabilkan harga kebutuhan pokok lain jelang Ramadhan 2025.
Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Usaha Kecil Menengah Kabupaten Mukomuko Nurdiana di Mukomuko, Rabu membenarkan bahwa harga cabai merah di wilayah itu kian melonjak.
"Ini karena permintaan banyak, barangnya tidak ada atau hukum pasar," ujarnya.
Baca juga: Koperasi siap remajakan sawit rakyat di Mukomuko
Selain itu, berdasarkan pantauan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) setempat, cuaca musim hujan terus menerus sekarang ini berpengaruh karena menyebabkan hasil panen cabai merah sedikit.
Kemudian, kata dia pula, karena sebentar lagi menyambut bulan suci Ramadhan sehingga permintaan mulai meningkat, kalau standar saja tidak berpengaruh.
"Kita sudah mulai siap memasuki bulan puasa ada ibu-ibu yang membeli cabai merah dalam jumlah banyak, selain itu ada pesta pernikahan sehingga semakin banyak yang membutuhkan cabai merah," ujarnya.
Baca juga: Dua perahu nelayan Mukomuko karam dihantam ombak
Untuk menstabilkan harga cabai merah di daerah ini, ia mengatakan, pihaknya akan menggelar pasar murah bulan Maret 2025 atau sebelum memasuki bulan Ramadhan.
Sebelumnya, warga Mukomuko mengaku resah dengan harga cabai merah yang semakin naik hingga mencapai Rp80.000 per kilogram.
Berdasarkan pantauan di salah satu warung sayuran di Kelurahan Bandar Ratu, Kecamatan Kota Mukomuko harga cabai merah naik hingga sebesar Rp80.000 per kg sejak hari Rabu (29/1) sampai sekarang.
Baca juga: Mukomuko siap tingkatkan ekonomi warga desa rentan pangan
"Harga cabai merah mahal, dari sebelumnya Rp40.000 per kg, menjadi Rp55.000, kini harga cabai merah naik lagi menjadi Rp80.000 per kg, harga semahal itu memberatkan kami," kata warga Desa Ujung Padang, Kecamatan Kota Mukomuko Nisa di Mukomuko.
Bagi warga di wilayah yang berada sejauh 270 kilometer sebelah utara Kota Bengkulu tersebut, cabai merah merupakan bahan pokok utama, sehingga semahal apa pun harganya tetap dibeli oleh warga.
Hanya saja, kata dia, warga terpaksa mengurangi bahan masakan yang menggunakan cabai merah karena ketidakmampuan warga untuk membelinya.